Page 66 - Wabah (KUMPULAN CERPEN)
P. 66
Peri mengatakan bahwa anjing tersebut akan memberikan
kesenangan kepadanya dan membuatnya kuat bertahan
menghadapi penderitaan apa pun, orang tuanya menjadikan
binatang itu sebagai temannya, membiarkan anjing tersebut
untuk bahkan tidur sekasur dengan dirinya. Dan, ternyata,
apa yang dikatakan Sang Peri, bukan omong kosong belaka.
Ia segera menyadari hal itu ketika suatu hari lidah anjing itu
menyentuh bagian yang paling sensitif dari dirinya. Ia jadi
ingin mengulanginya sekali lagi, lagi, dan lagi. Mulut anjing
itu ia benamkan berulang kali ke bagian tubuh tersebut.
Anjing itu mengerang bersamaan dengan suaranya sendiri,
yang tidak ia ketahui namanya. Ia tidak perduli. Karena,
baginya waktu itu, semua kata hilang makna. Sampai anjing
itu tiba-tiba hilang setelah hampir setahun kemudian.
“Aku ingin dia..,” katanya lirih pada kedua orang tuanya
yang waktu itu datang menjenguknya. Sambil duduk di tepi-
an kasurnya, tampak di mata kedua orang tuanya, wajahnya
yang pucat dan bersimbah air mata. Mereka tampak terpana
dan prihatin. “Kenapa dia bisa hilang begitu saja,” gumamnya
seperti berbicara pada dirinya sendiri. “Dia sehat, makan
cukup, juga bahagia. Tidak mungkin mati.” Kedua orang
tuanya diam. Ibunya, Sang Ratu, hanya mendekat sambil
menyentuh tangannya. Ayahnya duduk terpaku di tempat
yang sama. “Kalaupun dia mati, di mana bangkainya. Atau
ada yang mencurinya?”
“Betul, anakku,” tiba-tiba Sang Raja berkata. Matanya
beralih ke ayahnya. Menatap penuh tanya. Sang Ayah me-
nunduk. “Sabar, anakku,” lanjutnya sambil tetap menunduk.
48

