Page 75 - Wabah (KUMPULAN CERPEN)
P. 75
dustri dan mesin-mesin pemotong kayu, hanya tiga hari yang
diberikan kantor. Tapi itu rasanya sudah lebih dari cukup.
Tiga hari yang hanya bisa didapatkan setelah serikat
buruh mengancam akan melapor pada kementerian tenaga
kerja. Bahwa hak libur dan cuti tidak diberikan. Tiga hari
yang sama harganya dengan sumber nafkah beberapa teman
dekat Bara di kantor: nama-nama tersebut secara bisik-bisik
sudah dimasukkan ke daftar coret oleh perusahaan.
Tiga hari yang akan mendebarkan bagi Bara sebab
Parang Gardu masih zona merah. Tetapi, kawasan dekat
rumahnya sudah jadi sepi. Kata istrinya, “Sudah seminggu
kompleks jadi sepi. Tetangga-tetangga pada menutup pintu.”
“Apa ada yang kena lagi?”
“Tujuh orang. Empat di antaranya anak-anak.”
Bara menyesalkan abainya para tetangga. Menyepelekan
penyakit yang jadi ancaman dan baru patuh pada imbauan
setelah ada begitu banyak korban di sekitar mereka.
Tentu saja Bara cemas, tapi kecemasan itu bisa diteguk-
nya sendiri sebagaimana ia menelan rindu sedemikian rupa.
Sebab kecemasan itu telah diatasi oleh bayangan anak la-
ki-lakinya yang sudah semakin lancar berjalan dan semakin
banyak menguasai kosa kata.
Setiap kali bertelepon, dalam sebulan ini, ibunya akan
bertanya, “Hayo! Siapa itu?”
Dan si anak akan menunjuk telepon sembari berujar
lantang, “Ayah. Ayah.”
Anak itu juga sudah bisa mengucapkan beberapa kata
lain seperti, “Nenek,” “Bu,” atau “Oom.” Bahkan, istrinya
57

