Page 14 - Perempuan Penggemar Keringat (2002)
P. 14
"Peristiwa apa yang membuatmu mencintai peluh?"
"Ah, kau mengingatkan pada masa itu. Di umur empat
tahun itulah, pertama kali aku diajak oleh ayahku ke tegalan
sawah. Di sana, aku melihatnya mencangkul tanah sawah.
Tubuhnya yang legam dibanjiri peluh, juga dipaguti terik.
Begitu eksotik."
"Tapi keringat itu kan bau?"
"Seapak apapun bau keringat, aku tetap menyukainya.
Yang kugemari dari keringat bukan baunya. Tapi nilai yang
mendasar. Keringat itu keluar kerana aktivitas seseorang.
Dia lahir dari sebuah energi. Muncul dari sebentuk kekuat-
an."
"Tapi, keringat itu adalah sisa daur sirkulasi tubuh ma-
nusia. Dia itu limbah tubuh."
"Walau limbah, aura keperkasaan seorang manusia
adalah keringatnya. Itu hanya pendapatku. Tak berlaku bagi
orang lain. Orang yang berkeringat, berarti dia habis me-
lakukan sebuah kegiatan dengan susah payah."
"Keringat belum tentu keluar dari hasil keperkasaan.
Ketika takut, grogi, manusia juga akan berkeringat. Tubuh
tidak akan menjadi kelihatan perkasa, namun malah menjadi
gemetar dan suhu tubuh menurun. Kesimpulanmu itu salah."
"Seseorang yang takut, atau apapun, bukan berarti le-
mah. Mungkin dia penuh pertimbangan dalam memutuskan
sesuatu. Tapi aku tetap setuju dengan pendapatmu. Apapun
pendapatmu untuk menyanggah, aku tetap akan mencintai
peluh."
"Bagaimana dengan peluh saat sepasang manusia ber-
sanggama, apakah kau juga menyukainya?"
"Tentu saja. Aku paling suka dengan keringat seperti
itu. Keringat dari perbuatan sakral melakukan upaya repro-
duksi."
"Hidupmu memang untuk peluh."
"Sialan kau."

