Page 19 - Perempuan Penggemar Keringat (2002)
P. 19
8
Mentari meraja di langit, namun bukti perkataan ayah
belum aku temukan.
"Ingat-ingat ya Jo!" Santi dan kawan-kawannya me-
wanti-wanti saat aku berbelok ke halaman rumah Andung.
"Siapa tadi? Pacarmu? Apa yang kau janjikan?" omelan
Andung tiba-tiba menyongsongku di pintu.
"Tidak ada," aku terkesiap, bingung dengan pertanya-
annya yang tak terduga. Tampaknya Andung menyimak pe-
ristiwa barusan dari jendela.
"Mereka minta bantuan mengerjakan PR, di Masjid le-
pas Isya nanti."
"Itu ada artinya. Apa yang tidak ada? Kau jangan ma-
cam-macam bergaul dengan gadis-gadis SMP itu. Kau tahu,
Hani bako ayahmu yang bam kelas dua SMP sudah begini,"
sambil menggerakkan tangan membentuk setengah bulatan
di depan perut, "Gara-gara pacaran dengan leiaki sebesar
kau ini!"
"Dulu bajak pado jawi, nDung?" aku memastikan.
"Apa iagi?"
Tersandar aku di kursi. Bukan kesan Andung yang me-
nuduh aku berhubungan khusus dengan siswa perempuan
SMP itu yang membuncah rancu perasaan ini, tetapi ini
ranah Minang! Tanah yang adatnya bersendikan syari'at. Ta-
nah yang orang rantau membanggakannya sebagai salah sa-
tu tonggak Islam Nusantara. Begitu mudahkah daranya ke-
colongan? Aku lebih terpukui biia ingat Koto Andah termasuk
desa yang sarat keislamian, dengan surau bertebaran di se-
kelilingnya.
"Allahurabbi, cukup satu ini saja yang terbuat," sesai-
ku.
"Uu ..., selepas hari raya teiah tiga kejadian ambo de-
ngarl" sanggahnya.
Aku nyaris terloncat dari tempat duduk. Napas mem-
buru. Tak habis pikir. Segera aku menuju kamar setelah me-

