Page 22 - Perempuan Penggemar Keringat (2002)
P. 22

11



          dan Mala. Ampun! Aku mengalihkan pandangan pura-pura
          tidak mellhat. Sarung lebih kukebawahkan sehingga sudut-
          sudutnya disentuh air. Mengapa upik-upik anak Hajl Kahar
          itu  yang mesti lewat? Sungguh, aku tidak akan terlampau
           malu seandainya kemarin tidak melontarkan ucapan kepada
           keduanya, "Gadis anak orang kaya kok buang air semba-
          rangan, tempat terbuka iagi." Kini mereka cekikikan. Tamat
          riwayatmu, Fiz!
                "Hei, pergi tidak? Oto sudah tiba," suara seseorang
           memecahkan lamunanku. Sebuah truk berhenti di muka le-
           pau, beberapa pemuda langsung naik.
                "Ke mana?" tanyaku dungu.
                "Eealah! Nonton orgenlah, di Toboh Basa."
                Aku  menggeleng  cepat. Hiburan  orgen  teiah  begitu
           membudaya kini sehingga aku merasa ngeri. Kesenian tradi-
          sional tersingkirkan. Bila  suatu kampung mengadakan or
          gan, kampung lain takkan mau kalah. Inilah gejala sejak lis-
          trik masuk dan parabola menjamur, gaya hidup western be-
          nar-benar sudah seperti lado dalam hal makan bagi keba-
          nyakan remaja kampung, sukar dipisahkan. Padahal, aca-
          ranya syarat dengan maksiat, malah telah empat orgen yang
          berlangsung selama aku di sini semua memicu perkelahian
          antarpemuda.
               "Benar tidak pergi?"
                "Tidak," tegasku. Orang itu  pun tidak peduli Iagi. Se-
          bentar kemudian  menderamlah truk  mengangkut puluhan
          pemuda ke arah mudik. Belum hilang di belokan terdengar
          tepukan tangan orang memanggil.
                "Ooi ... tunggu!"
                Kendaraan tersebut mengerem, beberapa anak pakiah
          berlari menghampiri lantas memanjat bak. Sebelumnya me
          reka melipat peci haji dan memasukkan dalam saku. Riuh
          rendah suara remaja-remaja itu.
                "Tidakkah itu pakiah Surau Batu, Pak?" tanyaku pada
   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26   27