Page 57 - Perempuan Penggemar Keringat (2002)
P. 57

46



       atas meninggalnya Ibu Hastini, nama Eyang Putrinya, Dita
       langsung pingsan di mobil.



            Rabu siang, di kamar Dita.
            "Dita sudah sadar," kata Hanif yang berdiri saat me-
       lihat Dita  muiai membuka matanya. Tama yang duduk di
       sampingnya langsung menolong Dita untuk duduk.
            "Eyang, mana Mas?" tanya Dita pada Tama.
            "Eyang putri sudah menyusul Eyang Kakung Dita. Su
       dah, relakan kepergiannya. Biarkan Eyang tenang," jawab
       Tama dengan  mata  yang  berkaca-kaca  sambil  memeluk
       Dita. Dita tahu, Mas Hanif, Mas Wisnu, dan Mas Tama habis
       menangis karena mata mereka merah.
            "Eyaaang, jangan tinggalin Dita!" teriak Dita yang ma-
       sih belum merelakan kepergian Eyang Putrinya.
            "Dita!" Hanif membentak Dita.
            "Jangan  membuat Eyang kecewa. Eyang ingin  kamu
       bisa jadi gadis tegar, kuat. Sekarang tunjukkan itu."
            "Maafkan Dita, Mas," kata Dita sambil mengusap air
       matanya.
            Mereka semua terdiam. la masih teringat pembicaraan
       kemarin malam dengan Eyang putrinya. Kenangan itu masih
       terekam kuat di ingatannya. Wajah Eyang yang masih tetap
       cantik dan anggun, walaupun sudah tua, senyum yang se
       akan tanpa beban, kata-katanya yang tegas namun bijak,
       semua masih jelas dalam ingatan Dita. Sepertinya, baru saja
       Dita  selesai  bercerita  dengan Eyang Putri  dan  baru saja
       mulai  memahaminya. Dita  sangat menyesal, mengapa ia
       terlambat untuk  memahami Eyang  putrinya  yang sangat
       menyayanginya. Dita  masih belum  percaya bahwa Eyang
       Putri telah meninggal. Tapi, itulah yang telah terjadi. Semua
       tidak bisa  kembali. Eyang Putri telah dipanggil oleh Yang
       Mahakuasa. Sekarang, ia  menyadari betapa sayangnya ia
   52   53   54   55   56   57   58   59   60   61   62