Page 62 - Microsoft Word - AA. Navis - Rubuhnya Surau Kami _Kumpulan Cerpen_
P. 62
Namun hati anak muda itu belum juga tentram. Itu dilihat oleh orang tua itu, maka
tersenyumlah ia. Seperti senyuman seorang insinyur melihat perdebatan kuli-kuli
tentang suatu bangunan. Tapi sebagai orang tua yang telah banyak makan asam garam
kehidupan, ia tidak hendak melecehkan kesukaran orang lain. Meski kesukaran itu
hanyalah tetek bengek belaka. Dan senyumnya lekas-lekas dikulumnya. Dan sebagai
orang tua, yang lebih tahu segala hal, ia dapat memahami betapa kesukaran itu
mengamuki hati seseorang. Karena itu ia pun tahu bagaimana menasihatinya, hingga
nasihatnya menjadi benar-benar berharga dan dapat diikuti dengan mudah. Menurut
sangkanya, anak muda itu sedang dalam keadaan terjepit. Ia tahu, Hasibuan sedang
dalam percintaan dengan seorang gadis. Itu dapat dilihatnya kemarin malam. Hasibuan
berjalan demikian mesranya di samping gadis itu. Taksirannya, kalau gadis itu tahu
betapa halnya Hasibuan dengan gadis desa yang ditemuinya di atas bis dulu itu, tentu
si gadisnya ini akan menyayangkan hal-hal yang bukan-bukan.
"Haa," katanya tiba-tiba. "Aku tahu kesukaranmu yang selalu menggelisahkanmu itu.
Jangan kausangsikan. Ikutilah nasihatku. Aku dapat mengerti segala hati. Karena aku
sudah tua, telah lama hidup dan sudah banyak pengalaman. Pada air mukamu yang
muda itu, dapat aku baca semua. Mengaku sajalah kepadaku. Jangan bersembunyi
lagi, kepada orang tua ini. Takkan baik akibatnya. Mengaku sajalah. Kau sedang
bercinta dengan seorang gadis, bukan? Ah, jangan membantah. Kau bawalah gadis itu
ke sini. Dan jangan lupa, gadis yang sedang mencuri hatimu itu. Bawa dia kesini. Nanti
aku dapat menyelesaikan kesukaranmu dengan mudah. Ikutilah nasihatku. Nasihat
orang tua yang telah banyak pengalaman ini. Bawa dia besok, ya."
Gembira benar hati orang tua itu, ketika Hasibuan membawa gadis itu ke rumahnya
untuk diperkenalkan kepadanya. Banyaklah bicara dan ketawanya. Banyaklah nasihat-
nasihat tentang kehidupan rumah tangga. Di saat yang seperti itu, orang tua itu
memanglah merupakan orang tua yang paling menyenangkan.
Dan ketika ia sedang berdua saja di ruang tamu, orang tua itu mengalih duduk di dekat
Hasibuan. Seperti ada suatu rahasia saja, ia bicara dengan berbisik. "Pilihanmu tepat
kali ini. Cantiknya, melebihi gadismu yang khianat dulu. Lihatlah. Tentang ini aku
tidak silap. Perhatikanlah. Ketika dia datang tadi, ia salami aku. Itu biasa. Tapi dia
terus menanyakan Ibumu dan menemuinya ke belakang. Ini luar biasa. Tertibnya bagus
sekali. Kemudian dia sendiri yang menating teh buat kita, seperti rumah ini rumah
orang tuanya saja. Ini sungguh menakjubkan. Anak baik dia ini. Dalam seribu, jarang
satu seperti dia. Meskipun begitu, mataku yang tua ini, mata yang telah banyak
melihat ini, masih dapat menangkap suatu kekurangannya. Dalam hal ini aku tak silap.
Kekurangannya itu masih dapat diperbaiki. Asal dia mau mengikuti nasihat-nasihatku
kelak."
Setelah ia menghidupkan api cangklongnya, orang tua itu meneruskan bicaranya.
"Dengarlah nasihatku lagi. Nasihat orang tua yang banyak pengalaman ini. Nasihatku,
kawini dia lekas. Jangan tunggu lama. Jangan biarkan angin jahat masuk, seperti yang
pernah kaualami dulu."
"Memang rencanaku demikian, Pak," kata anak muda itu.

