Page 58 - Microsoft Word - AA. Navis - Rubuhnya Surau Kami _Kumpulan Cerpen_
P. 58
"Tentu saja kau tidak sadar. Karena kau masih terlalu muda. Belum banyak
pengalaman. Percayalah kepadaku, orang tua yang sudah banyak pengalaman ini.
Gadis itu pasti gila. Nah, nasihatku dalam hal ini, begini: Jauhi dia. Elakkan dia bila
bertemu di jalan. Kalau bertemu juga, jangan disahuti tegurannya. Mudah-mudahan,
jika kau ikuti nasihatku ini, Insya Allah kau pasti selamat. Dunia akhirat."
Hasibuan bertanya pada dirinya sendiri. Dapatkah ia mengikuti nasihat orang tua itu?
Kemarin gadis itu, yang sampai saat itu tak pula diketahui namanya, duduk
disampingnya di atas bis. Setelah omong-omong yang tidak berarti, tiba-tiba gadis itu
menyandarkan kepalanya ke bahunya. Bilang, kepalanya sakit benar. Dan hati
mudanya menyuruh memeluk gadis itu. Dan dipeluknya gadis itu. Kemudian, gadis yan
tak hendak berpisah lagi dengan dia itu, ditumpangkannya ke rumah seorang
kenalannya di tepi kota. Dan pada gadis itu ia sudah berjanji hendak menemuinya
besok pagi.
Ketika pagi datang, sebelum ia menemuinya, lebih dulu ia bicara kepada orang tua itu
untuk meminta nasihatnya. Nasihat orang tua itu diikutinya. Tak jadi ia menemui gadis
itu.
"Bagaimana?" tanya orang tua itu ketika mereka sedang makan siang.
"Tak aku temui dia."
"Bagus. Bagus," kata orang tua itu gembira. "Nasihatku, nasihat orang tua. Nasihat
orang tua itu pasti benar, karena orang tua itu telah lama hidup dan banyak
pengalaman."
"Tapi, Pak, jam sembilan tadi, dia yang datang menemuiku di kantor."
"Tentu saja kau lari terbirit-birit. Ha ha ha. Tampak-tampak saja olehku, bagaimana
kau melarikan diri. Ke dalam kakus tentu, ya? Ha ha ha. Dan, ya betapa lucunya itu.
Gadis itu tentu dengan sia-sia saja menunggumu, bukan? Dapat saja kubayangkan,
bagaimana kecewanya meninggalkan kantormu."
"Tidak. Tidak seperti itu."
"Hah? Jadi kau bertemu juga?"
"Ya. Ketika pesuruh kantor memberi tahu, ada tamu untukku, aku tak kira dia yang
datang. Ketika ia melihatku ia menangis tersedu-sedu. Hingga semua orang di kantor
jadi tahu persoalanku. Aku malu sekali. Dan gadis itu, meski bagaimana aku katakan,
tak hendak pergi. Lalu kemudian….."
"Lalu kemudian?" sela orang tua itu dengan rasa ingin tahunya.
"Aku antarkan dia kembali ke rumah kenalanku itu."
Orang tua itu begitu kecewanya. Dipandangnya Hasibuan tenang-tenang, seperti
hendak menaksir isi kepalanya. Diletakkan sendok garpunya. "Kalau kemarin, dia
kaubawa ke rumah kenalanmu itu, itu pantas. Karena hari sudah malam. Tapi

