Page 55 - Microsoft Word - AA. Navis - Rubuhnya Surau Kami _Kumpulan Cerpen_
P. 55
dulu. Lena merasa seolah-olah bawaan Haris ke tempat itu, ialah untuk
membangkitkan kenangan indah masa mereka bercinta dulu.
Dalam antara kenangan pada masa lalu, di bawah sinar bulan, dalam gandengan
tangan laki-laki yang dicintainya, terasa oleh Lena, bahwa hidup ini memang indah
sekali. Lalu kian dieratkan pegangannya ke tangan suaminya. Di saat itu dia tidak ingat
pada anak yang dalam kandungannya. Yang dia ingat rasa bahagia di samping Haris
suammya.
Tiba-tiba Haris berhenti melangkah dan dipegangnya lengan istrinya seraya
memandang ke sekumpulan anak-anak dan tukang-tukang becak bersukaan. Mereka
gembira sekali. Semuanya tertawa berkakahan. Dan Lena yang tak biasa bergaul
dengan orang-orang seperti itu, merasa jijik memandangnya. Dia ajak Haris supaya
cepat-cepat berlalu. Tapi Haris masih tegak mengamati kelompok itu.
"Ayolah. Buat apa dilihat. Aku jijik," kata Lena.
"Kaulihat anak yang membanyol itu?"
"Peduli apa?"
"Rasanya anak itu, anak yang di rumah kita."
"Tak mungkin. Anak di rumah kita bisu."
"Mari kita dekati untuk memastikannya," kata Haris sambil menarik istrinya mendekati
kelompok yang sedang bersuka ria mendengar banyolan anak laki-laki itu.
"Hampir setiap hari, kalau dia mandi, aku intip dari lubang itu. Aduuh, Mak, putihnya
bukan main. Seperti singkong berkubak pahanya. Tapi perutnya, bukan main. Begini,"
kata anak itu sambil menirukan jalan perempuan dalam hamil berat dengan cara yang
berlebih-lebihan. Dan orang-orang di kelompok itu terkakah lagi.
Lena sadar, bahwa kehamilannyalah yang dibanyoli anak itu. Dia merasa sangat malu
dibanyoli secara kotor demikian. Tapi hatinya sakit mendengar tertawa kelompok itu.
Dia mau pergi cepat-cepat. Ditariknya tangan Haris. Tapi Haris masih tertegak di situ.
Kemudian ia melangkah mendekati kerumunan orang-orang yang bergembira itu.
Tapi tiba-tiba Lena sadar, bahwa mereka selama ini sudah rertipu mentah-mentah.
Anak itu ternyata tidak bisu. Malah membanyoli bentuk tubuhnya yang telanjang
ketika mandi. Dan di rumahnya, kini sedang ada komplotan penipu. Maka timbullah
secara beruntun macam-macam hal dalam pikirannya, tentang serba kemungkinan
yang sedang terjadi selama rumahnya dipercayakan kepada komplotan penipu itu. Dia
ingat pada harta bendanya yang berharga, pada emas intannya dalam lemari. Kini
benda itu telah lenyap dicuri komplotan penipu itu. Tiba-tiba pula dirasanya sesuatu
memukuli jantungnya. Begitu kencang. Sehingga ia menjadi lunglai dan jatuh
terduduk. Sedangkan tangannya tak kuasa menggapai-gapai suaminya yang kian jauh
ke kerumunan orang-orang itu. Dan anak yang dalam perutnya bagai memberontak
dirasakannya. Suatu rasa nyeri di perutnya bagai membawa nyawanya terbang. Dia
mau berteriak memanggil suaminya.

