Page 72 - Microsoft Word - AA. Navis - Rubuhnya Surau Kami _Kumpulan Cerpen_
P. 72

dirinya, melainkan badannya harus sampai ke tempat tujuan. Gerbong dan lok yang
                   tidak terawat karena kekurangan peralatan dipaksa terus mengangkut muatan
                   berlebih. Dan tidak seorang pun yang peduli. Kereta api harus jalan dan penumpang
                   harus bepergian. Dan semangat orang bepergian melebihi dari biasa. Dengan
                   bepergian, sambil membawa barang dagangan, terutama beras yang hanya sekitar 100
                   kg, sudah cukup memberi makan satu keluarga untuk beberapa hari dari hasil
                   keuntungan. Mereka bukan pedagang. Mereka menamakan dirinya tukang catut. Dan
                   kereta api yang sarat oleh penumpang meluncur di rel yang licin oleh renyai sejak
                   siang pada jalan yang menurun di lereng lembah dan perbukitan. Rem dapat
                   menghentikan roda berputar, tapi tak dapat menghentikan kereta api itu meluncur.
                   Karena muatan berlebih dari kemampuan, kereta meluncur kian kencang dan kian
                   kencang lagi. Dan di sebuah tikungan patah, lok lepas dari relnya. Disambut oleh
                   lengkungan besi sebuah jembatan. Lengkungan itu ambruk dan lok pun terjun ke
                   sungai yang tengah deras airnya karena hujan di hulu. Seluruh gerbong pun ikut terjun
                   bertindihan. Kecelakaan telah terjadi lagi. Lebih hebat dari kecelakaan yang sama
                   pada enam bulan yang lalu.


                   Pada waktu Sidin sampai di tempat kecelakaan itu, orang-orang belum banyak. Lampu-
                   lampu tekan yang sedikit tak kuasa memberikan penerangan bagi orang-orang yang
                   memberikan pertolongan. Banyak korban telah dikeluarkan dari gerbong yang terguling
                   bertindihan di bawah jembatan yang ambruk itu. Dibariskan di tepi jalan raya. Tidak
                   diketahui pasti, apakah mereka masih hidup atau mati. Beberapa Jepang dengan
                   pakaian militernya, hanya memilih Jepangnya saja. Dikeluarkan dari gerbong, digotong
                   ke tepi jalan raya, dan diangkut cepat dengan truk yang disiapkan untuk diberi
                   rawatan di rumah sakit terdekat. Sedangkan korban yang lain, diurus .oleh bangsanya
                   sendiri pula.

                   Dan Sidin, demi melihat para korban bergeletakan di tepi jalan itu, dalam cahaya
                   remang-remang lampu tekan yang enggan nyala ditimpa gerimis, merasa tersentak dan
                   bulu romanya menggerinding. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya, seperti
                   halnya ia tidak tahu mengapa ia sampai di situ dengan berlari-lari. Mulanya ia memang
                   didorong oleh rasa ingin tahunya untuk datang ke situ. Tapi setelah ia sampai dan tahu
                   apa dan bagaimana peristiwa itu terjadi, ia bingung, malah merasa ngeri. Ia pikir,
                   mungkin ada kerabat atau temannya yang menjadi korban, tapi bagaimana mencari
                   mereka di antara korban yang telah tergeletak itu, di dalam gelap lagi. Ia mendekati
                   korban-korban yang tergeletak itu. Ada yang telah diam, tapi ada juga yang bergerak,
                   merintih. Dan apa yang dapat ia lakukan untuk mereka yang menderita atau yang telah
                   mati itu?

                   Tiba-tiba didengarnya ada orang yang berteriak-teriak meminta tambahan tenaga di
                   dekat gerbong-gerbong yang berimpitan itu. Memang sangat lengangnya orang di
                   sebelah sana. Seperti dihipnotis, Sidin berlari ke sana. Di jalan kereta api dekat
                   jembatan yang telah ambruk, didapatinya pula banyak korban sedang tergeletak. Ia
                   tak tahu juga, apakah mereka masih hidup atau sudah mati. Seseorang menyuruh Sidin
                   ikut menggotong korban yang baru saja dikeluarkan dari gerbong-gerbong itu. Dengan
                   beberapa orang ia mengangkatnya. Tapi seseorang berkata lagi, "Angkat yang masih
                   hidup." Dan mereka mencari-cari korban yang masih hidup. Seorang korban yang
                   merintih, mereka angkat berdua. Terasa berat tubuhnya. Dan licin lagi. Sehingga sulit
                   mengangkatnya. Mereka memaksakan diri untuk menggotongnya. Dan si korban
                   berteriak kesakitan. Mungkin terpegang pada lukanya atau mungkin ada tulangnya
   67   68   69   70   71   72   73   74   75   76   77