Page 82 - Menggapai langit, Antologi Cerpen Remaja (2008)
P. 82

Sobenarnya aku  masih ingin  mfmbujuk Pak  Lurah  untuk
            menghentikan pembangunan itu. Namun, tampaknya Pak Lurah
            tidak bisa berla ma-lama lagi. En tab hanya alasan untuk berkelit

           atau memang benar.
                   Aku menatap langit malam iiii  melalui jendela kamar
            yang dengan sengaja kubiarkan terbuka, seperti kebiasaanku
            kala aku masih terjaga. Sudah lewat tengah malam tapi mata ini

           sepertinya enggan terpejam, terlalu setia dengan sang pikiran
           yang tak jua berhenti berputar. Angin yang berdesir pun tak
           mampu menyaput gundah  di  hati  ini.  Pelan-pelan  aku
           melangkah menuju beranda dan duduk di atas lincak tua yang
           sudah sedikit lapuk dimakan usia. Di sana aku membiarkan
           benakku  berlayar  di  kelamnya langit.  Kubiarkan  diriku
           bercakap-cakap dengan kesunyian hingga semburat cahaya
           menyembul di cakrawala timur.






                   Kupandangi ruangan di mana aku duduk. Luas dan
           bersih. Di setiap sudut ruangan, pot besar berisi tanaman
           penghias berdiri dengan anggun dan menyejukkan mata. Di lobi
           inilah aku diiTiinta menunggu oleh resepsionis yang ada di depan
           ruangan. Menunggu direktur  pemilik  perusahaan ini.  Ya,
           perusahaan yang kata Pak Lurah bermaksud membangun pom
           bensin itu. Aku memberanikan diri datang menemui direktur itu
           dan mencoba bicara agar hatinya luluh.
                  Langkah-Iangkah berwibawa dari seorang pria setengah
           baya itu semakin mendetakkan jantungku. Sanggupkah aku


           Seperdk Dm/at Bmiioh Api Kehtdupctn.... (vSwarinda 'lyaskycsti, SM.AN 7 l^uAVDrcjo)   75
   77   78   79   80   81   82   83   84   85   86   87