Page 137 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 137
Artinya saat pertambahan penduduk sudah mencapai 32
kali lipat, pertambahan atau perluasan lahan pertanian hanya
6 kali lipat saja . Syukurlah kemudian ilmu pengetahuan berlari
kencang dengan ditemukannya lapangan industri serta
penekanan jumlah penduduk lewat program Keluarga
Berencana, sehingga apa yang dicemaskan si Robert tidak
sampai menjadi kenyataan.
1. Antisipasi orang Minangkabau
Untuk menghindari kesenjangan ekonomi akibat rebutan
tanah, maka nenek moyang orang Minangkabau tempo dulu
telah mengantisipasinya dengan sistem HPT sebagai subsidi
Adat dengan sasaran pemerataan ekonomi. Semua orang
punya hak menguasai lahan dan memiliki hasil. Dengan
demikian yang kaya tidak terlalu kaya yang miskin tidak
terlampau melarat. Itu sebabnya di sana tidak pernah ada yang
dinamakan “tuan tanah”. Lain halnya di negeri Komunis, bahwa
semuanya milik Negara, rakyat sebagai pekerja dengan gaji
terbatas, sedangkan di negeri Kapitalis orang boleh
menghimpun kekayaan memilikinya tanpa batas. Dikenal
dengan Prinsip Ekonomi yang menyatakan “Dengan
pengorbanan sekecil-kecilnya mendapatkan keuntungannya
sebesar-besarnya”. Akibatnya lahir kaum proletar yang
tertindas. Maka Minangkabau berada diantara keduanya.
Silahkan mengambil penghasilan sebanyak mungkin, namun
tanah tetap milik bersama.
2. Asal muasal HPT
Bagi keluarga pertama yang datang di satu daerah
berpenduduk, dia boleh minta lahan kepada Ninik Mamak
setempat dan akan diberikan menurut kepatutan. Atau masuk
kesatu daerah tak bertuan, mereka bebas manaruko
(membuka hutan) dan memiliki seberapa mau. Berdasarkan
108
Yus Dt. Parpatih