Page 38 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 38

bersifat  judi  tersebut  bukanlah  mengharapkan  taruhan,

                     melainkan  hanya  semata-mata  untuk  mempertahankan
                     marwah  dan  gengsi.  Jangan  biarkan  orang  menganggap

                     remeh. Harga diri lebih mahal dari segala-galanya.





                           Tantangan  diterima,  dimusyawarahkan  oleh  para
                     pemuka  masyarakat.  Dari  penyelidikan  diketahui  bahwa

                     kerbau  aduan  orang  Jawa  amat  besar  dengan  sepasang

                     tanduk         panjang        dan       runcing.        Sengaja        mereka
                     mempersiapkan  kerbau  betina  bukan  kerbau  jantan,

                     disebabkan hewan betina bisa menjadi lebih buas dan gila
                     apa  bila  ananya  diganggu.  Sekarang  induk  kerbau  itu

                     dikurung  dalam  sebuah  kandang  sedangkan  anakya  yang

                     masih erat menyusu ditaruh di kandang sebelah.
                           Mendengar  rengekan  anak  yang  kelaparan,  si  induk

                     menjadi garang. Demikianlah mereka dipisahkan selama 3

                     hari sebelum hari (H) pertandingan. Nah, kemarahan induk
                     kerbau  itulah  yang  sengaja  dipancing  untuk  bisa

                     mengalahkan  lawan  betapa  pun  kuatnya.  Maka  dengan

                     rahasia lawan sudah ditangan berkat kerja intelijen (mata-
                     mata),  sekarang  kata  berjawab  gayung  bersambut.  Orang

                     Minang mempersiapkan anak kerbau yang sudah tiga hari

                     dipisahkan dari induknya. Lantas, seorang utusan  dikirim
                     menghadap nahkoda kapal Singosari untuk menyampaikan

                     pesan. Pesan tersebut berbunyi : “Maaf Tuan, Sayang kami
                     tidak punya kerbau jagoan yang layak tanding. Hanya akan

                     kami  lawan  dengan  kerbau  kecil  yang  belum  bertanduk.

                     Untuk  itu,  mohon  ijinkan  kami  memasang  taji  mengganti
                     tanduk”. Mendengar pesan itu mereka gembira bukan main.

                     Mereka spontan menjawab “Yo, ora opo-opolah”.

                           Mereka  membayangkan  mau  mendapat  keuntungan
                     dengan menguras harta kekayaan bumi Minangkabau. Lebih


                                                         Menyingkap Wajah
                                                         Minangkabau

                                                                      Paparan Adat dan
                                                                      Budaya
   33   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43