Page 61 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 61
akan punya keturunan di bumi Minangkabau, itulah maknanya
“Jatuah taluanyo di bumi ko”.
Sejak surat diterima, kedua Datuk seibu berlain Ayah ini
memeras otak mencari jalan terbaik. Ini Simalakama:
“Menyerah pantangan Nenek Moyang, berperang berarti bunuh
diri”. Maju kena mundur kena!”. Kebuntuan itulah yang mereka
perbincangan, jika diilustrasikan kira-kira seperti inilah
perbincangan atau dialog antara Dt. Katamangguangan (Dt.
KT) dengan Dt. Parapatiah Nan Sabatang (Dt. PP) :
Dt. Kt : Keputusanku tetap perang! Itu harga mati!
Dt. Pp : Apa Tuan yakin bisa menang?
Dt. Kt : Pasti kalah.
Dt. Pp : Kalau sudah tahu kalah, untuk apa
berperang?
Dt. Kt : Lebih baik Minangkabau jadi abu dari hidup
terjajah
Dt. Pp : Lantas, kalau sudah hancur siapa yang kita
perjuangan
Dt. Kt : Jadi, menurutmu menyerah?
Dt. Pp : Silahkan dada bergejolak Tuan, kepala tetap
dingin untuk berpikir.
Dt. Kt : Mau berbuat apa dengan otak dinginmu itu?
Dt. Pp : Begini, Tuan. Menjinakkan anjing itu dengan
tulang.
Dt. Kt : Maksudmu?
Dt. Pp : Kita jemput anggang itu untuk Puti Jamilan.
Dt. Kt : Apa? Diambil sumando?
Dt. Pp : Ya.
32
Yus Dt. Parpatih