Page 46 - E-MODUL KEDATANGAN BELANDA DI INDONESIA
P. 46
bahwa ancaman hukuman yang dapat dikenakan terhadap pihak majikan hanya merupakan
peraturan di atas kertas jarang atau tidak pernah dilaksanakan. Dengan demikian ancaman
hukuman untuk pelanggaran-pelanggaran hanya jatuh di atas pundak pekerjapekerja
perkebunan. Ancaman hukuman yang dapat dikenakan pelaksanaan politik pintu terbuka, tidak
membawa perubahan bagi bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia tetap buruk nasibnya. Banyak
di antara penduduk yang bekerja di perkebunan-perkebunan swasta dan pabrik-pabrik dengan
perjanjian kontrak kerja. Mereka terikat kontrak yang sangat merugikan. Mereka harus bekerja
keras tetapi tidak setimpal upahnya dan tidak terjamin makan dan kesehatannya. Nasib rakyat
sungguh sangat sengsara dan miskin.
e) Kebijakan Politik Etis
Melihat kenyataan banyaknya rakyat Indonesia yang menderita akibat kenijakan
Pemerintah Kolonial Belanda, para pengabdi kemanusiaan yang dulu menentang tanam paksa,
mendorong pemerintah colonial untuk memperbaiki nasib rakyat Indonesia. Sudah menjadi
kewajiban pemerintah Belanda untuk memajukan bangsa Indonesia, baik jasmani maupun
rohaninya. Dengan dalih untuk memajukan bangsa Indonesia itulah kemudian dilaksanakan
Politik Etis.
Pada pekerja-pekerja perkebunan yang melanggar ketentuan-ketentuan kontrak kerja
kemudian terkenal sebagai poenale sanctie. Poenale sanctie membuat ketentuan bahwa
pekerja-pekerja yang melarikan diri dari perkebunan-perkebunan Sumatera Timur dapat
ditangkap oleh polisi dan dibawa kembali ke perkebunan dengan kekerasan jika mereka
mengadakan perlawanan. Lain-lain hukuman dapat berupa kerja paksa pada pekerja-pekerja
umum tanpa pembayaran atau perpanjangan masa kerja yang melebihi ketentuan-ketentuan
kontrak kerja.
Pencetus politik etis
(politik balas budi) ini adalah
Van Deventer. Van Deventer
memperjuangkan nasib bangsa
Indonesia denga nmenulis
karangan dalam majalah De
Gids yang berjudul Eeu
Eereschuld (Hutang Budi). Van
Deventer menjelaskan bahwa
Belanda telah berhutang budi
38