Page 41 - Buku 9
P. 41
desain institusional rekognisi tidak selengkap teorisasi
desentralisasi. Tindakan rekognisi bersifat kontekstual, dan
juga tergantung pada hasil negosiasi antara negara dengan
pihak yang menuntut rekognisi. Rekognisi yang mewarnai
desentralisasi asimetris terhadap DKI Jakarta, Aceh, Pap-
ua dan Yogyakarta sungguh berbeda, bersifat kontekstual
dan merupakan hasil negosiasi antara pusat dengan daerah.
Otonomi khusus untuk Papua dan Aceh, misalnya, disertai
redistribusi ekonomi (dana otonomi khusus dan dana bagi
hasil SDA yang berbeda) sebagai bentuk jawaban atas keti-
dakadilan ekonomi yang menimpa dua daerah tersebut.
Rekognisi terhadap desa yang dilembagakan dalam UU
Desa tentu bersifat kontekstual, konstitusional, dan mer-
upakan hasil dari negosiasi politik yang panjang antara pe-
merintah, DPR, DPD dan juga desa. Sesuai amanat konsti-
tusi negara (presiden, menteri, lembaga-lembaga negara,
tentara, polisi, kejaksaan, perbankan, dan lembaga-lamba-
ga lain), swasta atau pelaku ekonomi, maupun pihak keti-
ga (LSM, perguruan tinggi, lembaga internasional dan se-
bagainya) wajib melakukan pengakuan dan penghormatan
terhadap keberadaan (eksistensi) desa sebagai kesatuan
masyarakat hukum. Eksistensi desa dalam hal ini mencakup
hak asal-usul (bawaan maupun prakarsa lokal yang berkem-
bang) wilayah, pemerintahan, peraturan maupun pranata
lokal, lembaga-lembaga lokal, identitas budaya, kesatuan
masyarakat, prakarsa desa, maupun kekayaan desa. Konsep
mengakui dan menghormati berarti bukan campur tangan
(intervensi), memaksa dan mematikan institusi (tatanan,
organisasi, pranata, kearifan) yang sudah ada, melainkan
40 REGULASI BARU,DESA BARU

