Page 32 - 1201-SMP-Menak-Jingga-Sj-Fiks
P. 32
“Sebutan Menak Jingga yang diberikan Kencana Wungu itu
pun sebenarnya hanyalah olok-olok belaka,” Mraja Dewantaka
ikut memanas-manasi.
“Maksudmu?” tanya Menak Jingga.
“Cobalah camkan, Menak Jingga itu bukankah berarti
bangsawan yang pemarah?” jelas Mraja Dewantaka.
“Tuanku Wuru Bisma,” kata Walikrama memotong
pembicaraan, “masalah itu sebaiknya tidak perlu diungkit-ungkit
lagi. Bukankah Ratu Kencana Wungu telah merelakan tanah
Blambangan untuk Tuanku dan telah mengangkat Tuanku menjadi
Adipati? Bahkan, wilayah Blambangan dijadikan tanah perdikan
(merdeka)?” lanjut Walikrama mencoba menasihati dengan suara
yang lemah lembut.
Setelah mendengarkan penjelasan pamannya, kemarahan
Menak Jingga agak mereda.
“Kalau kita kembali ke Blambangan, bagaimanakah dengan
kedua anak Adipati Tuban yang kita sandera itu, Paman?” tanya
Menak Jingga meminta penjelasan.
Walikrama hampir saja memberikan jawaban, tetapi
didahului Patih Gajah Dhungkul.
“Ampun beribu ampun, Gusti Adipati. Beberapa hari yang
lalu, barak kita di bagian utara diserang Menak Koncar,” jawab
Patih Gajah Dhungkul dengan wajah yang ketakutan.
“Apa …?” tanya Menak Jingga, “barak kita diserang?” Menak
Jingga bertanya dengan nada tinggi. “Mengapa Paman Patih tidak
melapor?” bentak Menak Jingga.
“Ampun beribu ampun, Gusti Adipati. Hamba dan beberapa
prajurit telah mengejar Menak Koncar, tetapi tidak berhasil.”
27