Page 30 - 1201-SMP-Menak-Jingga-Sj-Fiks
P. 30
PAKUWON PRABALINGGA
“Iya, memang benar. Tapi, seandainya Jaka Umbaran masih
gagah dan setampan dulu, pastilah Kencana Wungu menepati
janji,” kata Wong Agung Marsorah.
“Loh, jadi …, Menak Jingga itu dulu tampan?” Sela Mraja
Dewasraya.
“Iya. Ketika tinggal di Pedepokan Singajuruh, banyak
gadis yang mengejar-ngejar dirinya. Jaka Umbaran itu dahulu
orangnya tampan dan sabar. Namun, setelah wajahnya terkena
pukulan aji segara geni dan kakinya terkena racun gundala seta
milik Kebo Mercowet, wajahnya menjadi rusak. Bahkan, kakinya
pun sedikit pincang. Sejak saat itulah, ia menjadi pemarah dan
mudah tersinggung,” jawab Wong Agung Marsorah kepada Mraja
Dewasraya.
“Jangan-jangan gelar Menak Jingga yang diterimanya itu pun
nama ejekan?” tanya Mraja Dewantaka.
“Maksudmu?” tanya Wong Agung Marsorah sambil dahinya
mengernyit.
“Menak itu berarti ‘bangsawan’, ‘petinggi kerajaan’, atau
‘orang yang serba berkecukupan’, sedangkan jingga itu berarti
‘merah’,” jawab Mraja Dewantaka. Setelah berhenti sejenak,
ia melanjutkan, “Jadi, menak jingga itu sebenarnya bermakna
‘bangsawan yang pemarah’.”
”Wah …, memang Kencana Wungu itu keterlaluan dan
kurang ajar!” kata Mraja Dewasraya dan Wong Agung Marsorah
hampir bersamaan.
Setelah mengetahui duduk persoalannya, mereka semakin
yakin bahwa tindakan mereka membela Jaka Umbaran atau
Menak Jingga yang bergelar Wuru Bisma adalah benar. Tak terasa
mereka telah sampai di barak induk. Ternyata, di dalam barak itu
telah duduk Patih Gajah Dhungkul, Baudenda, Carangwaspa, dan
Walikrama. Wong Agung Marsorah, Mraja Dewantaka, dan Mraja
Dewasraya segera masuk dan bergabung dengan yang lain.
25