Page 75 - Parpol: Kaya Uang, Miskin Ideologi
P. 75

(Sangkan Paraning Dumadi, Manunggaling Kawula Lan Gusti). "Krapyak ke Keraton
           adalah perjalanan hidup manusia dari benih menuju dewasa. Sedangkan Keraton ke
           Tugu bermakna perjalanan manusia dewasa melewati ujian hidup  sebelum  bertemu
           dengan Sang Pencipta."
                Kompleks  keraton  terletak  di  tengah-tengah  dari  Tugu  sampai  Krapyak,
           daerah  keraton  membentang  diapit  di  antara  Sungai  Winongo,  Sungai  Bedog  dan
           Sungai  Progo  (sebelah  barat)  dan  Sungai  Code,  Sungai  Gajah  Uwong  dan  Sungai
           Opak (sebelah), di tengah-tengah antara Gunung Merapi dari utara dan pantai selatan
           di  selatan.  serta  di  tengah-tengah  antara  empat  fisiografik,  yakni  (a)  pegunungan
           selatan  (pegunungan  Sewu,  ledok  Wonosari,  pegunungan  masif  panggung,  dan
           pegunungan  Baturagung),  (b)  Gunung  Merapi  di  utara;  (c)  dataran  rendah  antara
           pegunungan selatan dan pegunungan Kulon Progo; dan (d) pegunungan Kulon Progo
           dan dataran rendah selatan. Letak keraton disebut geger bulus, tidak akan kena banjir,
           karena resapan air langsung mengalir ke sungai sekitar, dan tidak kena lahar Gunung
           Merapi karena tertutupi Plawangan dan Turgo.
                Sultan Hamengku Buwana I yang mewarisi kebudayaan masyarakat agraris di
           daerah  pedalaman,  sangat  memahami  karakteristik  geografis  lokasi  tersebut,  bahwa
           tanah di daerah itu subur, kaya dengan air sebagai sumber kehidupannya. Ini sesuai
           dengan ajaran Vastushastra yang Wardani, Gaya Seni Hindu–Jawa pada Tata Ruang
           Keraton Yogyakarta mempertimbangkan pilihan site dekat pegunungan, sumber air,
           dan tanah yang subur, selain juga mempertimbangkan kepercayaan Jawa asli (Jawa
           Tengah) tentang pasangan harmoni gunung dan laut.

           Renaisans Peradaban Baru Bhumi Mataram
                Kebangkitan  kembali  kejayaan  Mataram  sekaligus  merupakan  kebangkitan
           kembali Visi Misi Kawula Mataram yang sudah berkembang sejak Mataram Jaman
           Hindhu (abad 8) yang harus tetap berkembang sampai mataram Jaman Islam kini dan
           mendatang. Visi Misi kawulo Mataram intinya, menghormati para leluhur “sing wis
           sumare  luwih  awas/  luwih  sugeng).  Visi  Misi  tersebut  diungkapkan  dalam  upacara
           SADRANAN  (Prof.  Dr.  Slamet  Mulyono,  Negarakertagama  dan  tafsir  sejarahnya,
           Barata Karya Aksara, Jakarta 1979). Sadranan dari bahasa jawa kuno SRADHA, yang
           artinya percaya kepada Tuhan, yang adalah Tuhan orang hidup, maka “sing sumare
           luwis  awas,  luwih  sugeng”.  Upacara  sadranan  tersebut  diadakan  di  makam  para
           leluhur  denan  membuat  slamatan,  yaitu  perjamuan  dengan  para  leluhur.  Jaman

                                        74
   70   71   72   73   74   75   76   77   78   79   80