Page 77 - Menjadi Guru Yang Mau dan Mampu Mengajar secara Menyenangkan
P. 77
pembentukan makna adalah relevansi.
Relevansi
Relevansi sebenarnya terjadi pada tingkat sel. Sebuah saraf yang
sudah ada dengan mudah “berhubungan” dengan saraf di dekatnya
untuk membuat sebuah hubungan. Kalau konteksnya tidak relevan
(kurang dimengerti atau nihil emosi) kemungkinan besar takkan terjadi
hubungan. Meskipun saraf terus-menerus menyala, seringkali ia hanya
berupa letupan-letupan yang tak terdengar. Makna yang kita rasakan
terjadi ketika serangkaian hubungan atau pengaktifan suatu medan saraf
berlangsung.
Di dalam otak, sebuah hubungan “di sebelah” seringkali berjarak
kurang dari satu sentimeter. Sel-sel saraf otak jarang bergerak, mereka
cuma memanjangkan akson untuk berhubungan dengan dendrit lain. Jika
mereka tidak bisa membuat hubungan yang diperlukan, akan lebih sulit
menciptakan relevansi. Hubungan-hubungan inilah yang membentuk
dasar kepribadian, pemikiran, dan kesadaran kita.
Beberapa pikiran mengaktifkan keseluruhan medan saraf yang bisa
melintasi batas-batas sel dan akson. Semakin besar jumlah hubungan
dan asosiasi yang diciptakan otak, semakin kuat informasi “dianyam”
secara neurologis. Sayang sekali, banyak siswa mendapatkan bahwa
informasi yang mereka dapat di kelas tidak memiliki relevansi pribadi
yang dibutuhkan untuk mendapatkan pembelajaran yang otentik.
Emosi
Emosi intens memicu pelepasan adrenalin neurotransmiter,
norepinephrine, dan vasopresin. Bahan-bahan kimia ini berfungsi
sebagai tanda bagi otak, seakan berkata, “Ini penting—ingat ini.” Tak
perlu diragukan lagi bahwa emosi dan makna saling berhubungan. Anda
mungkin bertanya, “Mana yang duluan, emosi atau makna?” Pertanyaan