Page 84 - Menjadi Guru Yang Mau dan Mampu Mengajar secara Menyenangkan
P. 84
Meskipun kita dengan hati-hati menyebutnya kecocokan biologis, hasil
temuan awal tampak menjanjikan.
Penggunaan area pendeteksi pola dan pembuat pola dalam otak
sangat penting bagi perkembangan otak, Dr. Healy menambahkan, “Para
siswa yang tidak belajar mencari makna seringkali menjadi ‘teknisi’
jempolan di kelas satu dan dua karena mereka bisa berurusan dengan
data tunggal. Tetapi, ketika tuntutan pemahaman meningkat, mereka
menghadapi jalan buntu. Mereka benar-benar tak mampu menyatukan
data yang ada dan memahaminya, sementara mereka yang paham
dianggap lebih cerdas.”
Memberikan model interdisipliner dan lintas-disipliner membantu siswa
lebih banyak berhadapan dengan pola, yang pada gilirannya berubah
menjadi relevansi, konteks, dan hubungan yang lebih baik. Kemampuan
untuk melihat ide dalam hubungannya dengan hal-hal lain, juga
bagaimana fakta-fakta yang berdiri sendiri menjadi bermakna dalam
“medan” informasi yang lebih besarlah yang harus dianggap penting.
Bagaimana ekonomi berhubungan dengan geografi, matematika dengan
seni dan musik, dan ekologi dengan politik?
Permainan Peran dan Permainan-Permainan yang Melejitkan Makna
Menjadikan pemelajaran bersifat fisik adalah “kuno” bagi kebanyakan
guru SD. Dan gagasan memadukan pemelajaran akademik dengan
ekspresi kreatif atau hiburan juga sudah kadaluwarsa. Tetapi apakah
metode kontekstualisasi ulang pemelajaran terbukti ampuh? Apakah riset
pemelajaran berbasis otak mendukung jenis pemelajaran seperti ini?
Ya, benar. Pemelajaran semacam itu memungkinkan otak membentuk
peta persepsi yang rumit. Pemelajaran semacam itu memiliki
kesempatan besar untuk melibatkan emosi. Bersifat fisik secara alami
jauh lebih memberi motivasi dan cenderung meningkatkan pemelajaran.
Ketika fokus terletak pada mempertunjukkan ketimbang belajar, stres