Page 53 - Adab al-Alim Wa al-Muta'allim
P. 53
52 Adab al-Alim Wa al-Muta'allim
para pengikutnya, serta memohon keridloan kepada Allah atas para ulama' panutan kaum
muslimin.
Jika pelajarannya banyak, hendaknya guru mendahulukan pelajaran yang lebih mulia dan yang
lebih penting. Yakni mendahulukan pelajaran tafsir, hadits, ushuluddin, ushul fiqih, kitab-kitab
madzhab, nahwu dan diakhiri dengan kitab-kitab raga'ig (kitab yang memperhalus watak)
supaya santri bisa mengambil pelajaran dari cara-cara pembersihan hati.
Hendaknya seorang guru meneruskan pelajaran-pelajaran yang belum diselesaikan dengan baik
dan menghentikan pelajaran jika sudah selesai materi pembahasan. Jangan sampai
menyebutkan pembahasan-pembahasan yang bisa membingungkan santri, tidak memberikan
jawaban yang jelas, baik dalam masalah agama atau pelajaran dan membiarkannya hingga
pertemuan berikutnya. Bahkan seorang guru harus mampu menjelaskan permasalahan secara
detail dan menyeluruh atau lebih baik menundanya sekalian, sebab bila tidak, akan
menimbulkan kerancauan, lebih-lebih bila forum (pertemuan) tersebut dihadiri oleh orang
awam.
Janganlah memperpanjang dan memperpendek pelajaran sehingga menimbulkan kebosanan
dan kerusakan pemahaman, ketika belajar selalu menjaga kemaslahatan umum, baik ketika
memberikan keterangan dan penjelasan. Di samping itu janganlah membahas sebuah persoalan
kecuali pada forum forum resmi, sebuah forum yang di pergunakan untuk pembahasan sebuah
ilmu pengetahuan, tidak boleh memajukan atau menunda jadwal pelaksanaan belajar kecuali
ada kemaslahatan untuk umum.
Juga tidak mengeraskan atau memelankan suara lebih dari sekedar kebutuhan, namun yang
lebih utama adalah bagaimana suara itu tidak terlalu melebihi batas sehingga terdengar dari
luar dan juga tidak terlalu pelan sehingga para santri, audien sulit untuk mendengarkannya.
Al Khatib Al Baghdadi telah meriwayatkan sebuah hadits dari Nabi Saw:
“Sesungguhnya Allah mencintai suara yang rendah dan halus dan membenci suara yang
lantang.”