Page 55 - Adab al-Alim Wa al-Muta'allim
P. 55
54 Adab al-Alim Wa al-Muta'allim
Guru hendaknya bersikeras dalam mencegah murid murid yang terlampau kelewatan dalam
berdiskusi, yang kelihatan bersikukuh mempertahankan argumennya, kurang sopan dalam
berdiskusi, yang tidak merasa puas dengan kebenaran padahal sudah mengemuka, yang sering
berteriak teriak tanpa ada gunanya, yang berlaku tidak sopan pada hadirin atau pada mereka
yang tidak hadir, yang bersikap tidak sopan kepada yang lebih tua dalam majelis, yang tidur,
yang ngobrol sendiri dengan temannya, yang tertawa, yang menghina salah satu hadirin, atau
mereka yang tidak mengindahkan etika pelajar dalam sebuah majelis.
Jika guru ditanya perihal sesuatu yang dia tidak tahu jawabannya, maka katakan saja “Tidak
tahu" atau “Tidak mengerti", sebab dalam hal ini perkataan “Tidak tahu" merupakan tanda
ilmu. Sebagian ulama berkata, “Perkataan tidak mengerti sebagian dari ilmu.”
Ibnu Abbas berkata, "Jika seorang alim salah dan mengucapkan 'Saya tidak tahu', maka
perkataannya itu sudah benar.” Muhammad bin al-Hakam berkata, “Saya pernah bertanya pada
Imam as-Syafi'i tentang Nikah Muth'ah, apakah di dalamnya juga terdapat talak atau warisan
atau ada kewajiban nafkah atau ada persaksian? Maka beliau menjawab: “Demi Allah aku tidak
tahu.”
Ketahuilah bahwa perkataan seseorang "Saya tidak mengerti” tidak meruntuhkan derajat
keilmuannya seperti prasangka orang-orang yang bodoh. Justru hal itu malah mengangkat
derajat keilmuan seseorang karena menunjukkan bahwa seseorang tersebut memiliki
pengetahuan yang luas, agama yang kuat, ketakwaan pada Tuhannya, hati yang bersih, dan
kehati-hatian yang positif dalam memastikan sesuatu. Kisah Kisah ulama terdahulu dapat
dijadikan tauladan akan hal itu. Mereka yang enggan mengatakan, “Saya tidak mengerti”
hanyalah orang-orang yang agamanya lemah dan ilmunya dangkal, sebab mereka takut harga
diri mereka jatuh di depan para hadirin. Hal ini adalah tanda kebodohan dan tipisnya agama.
Padahal kalau kesalahan mereka sampai diketahui banyak orang, justru hal itu malah membikin
mereka terjerembab ke dalam sesuatu yang mereka lari.darinya dan membuat citra mereka di
mata publik tidak sesuai dengan yang mereka inginkan. Allah Ta'ala telah mendidik ulama
dengan kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir Tatkala Musa tidak mengembalikan ilmu kepada
Allah semata ketika dia ditanya, “Apakah ada orang lain yang lebih berilmu dibanding dirimu?"