Page 19 - Seribu Alasan untuk Mati Hari Ini dan Kumpulan Cerpen
P. 19
Meri berdiri di depan cermin. Dibukanya kancing demi
kancing kemeja yang dikenakannya, terlihat dengan jelas
bekas memar biru kehitaman yang memenuhi sekujur
dada hingga perut dan punggungnya. Entah sejak kapan,
Meri merasa menemukan keberaniannya lewat hantaman
demi hantaman benda tumpul dan keras ke tubuhnya.
Setiap rasa sakit dan tersiksa yang menghampirinya justru
membuatnya bahagia, terpenuhi.
Pada awalnya, dia hanya bertemu laki-laki yang pintar
memukul ketika mabuk, dia masih ingat bagaimana
wajahnya babak belur dan bersimbah darah ketika
mengalami serangan pertamanya. Waktu itu Meri mengira
bahwa hidupnya berakhir sampai di situ. Nyatanya, dia
selamat! Meri justru bersyukur kepada Tuhan, tetapi
bukan karena nyawanya tertolong, justru karena dia
merasa menemukan jalan baru dalam hidupnya, rasa sakit
adalah obat terbaik!
Keinginannya yang begitu besar untuk kembali berada di
ambang hidup dan mati berbalut rasa sakit, mendorong
Meri pergi dari bar ke bar, mencari semua laki-laki perkasa
yang mau menghajar dan menyakitinya dengan segala
cara. Biarlah ini menjadi kegilaan, katanya, sebab air
matanya berhenti mengalir setiap kali darah ataupun
sekedar memar bertandang ke sekujur tubuhnya. Yang
tersisa hanya rasa bahagia, damai, cinta yang terselip di
balik rasa sakit seperti itu.
Winda berada tidak jauh di belakangnya, sedang duduk
terkulai lemas di hadapan kloset toilet. Betapa pun dia
berusaha makan atau minum, reaksi spontan dari
tubuhnya adalah penolakan, memaksanya pergi
17