Page 129 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 129

pada dirinya. Sebagaimana  yang  disadari nDiwinya (ayahnya) setelah Teweraut

                        tiada. Ndiwi  bekata bahwa Teweraut  adalah  anak perempuan yang paling bijak
                        dalam berpikir dan bertindak. Ndiwi juga menilai Teweraut adalah anak perempuan

                        dengan  rasa  tanggung  jawab  yang  sangat  tinggi  dalam  melaksanakan  perannya

                        sebagai perempuan di masyarakat Ewer, Asmat.
                             Atas pemahaman feminis pada tokoh-tokoh perempuan dalam novel Namaku

                        Teweraut, Ani Sekarningsih sebagai pengarangnya dikategorikan novelis beraliran
                        feminis  radikal  dan  eksistensialis.  Dalam  feminisme  eksistensialis,  seorang

                        perempuan  memperjuangkan  penghargaan  atas  dirinya  (perempuan)  sebagai

                        manusia  yang  utuh,  meskipun  harus  meninggalkan  lelaki  yang  menghalangi
                        kebebasannya untuk bereksistensi (Prameswari, Nugroho, dan Mahadewi, 2019).

                        Feminisme radikal pada Ani terlihat dalam novel ini dengan upaya menonjolkan
                        citra diri tokoh perempuan bernama Teweraut yang hidup dalam lingkar budaya

                        patriarkhi Asmat. Sedangkan feminisme eksistensialis Ani tergambar melalui tokoh
                        Ndew  Cipcowut,  yaitu  ibu  Teweraut  yang  mengerti  tentang  arti  pentingnya

                        pendidikan  bagi  anak  gadisnya.  Ndew  Cipcowut  berjuang  keras  dengan  terus

                        mencoba meyakinkan ayah Teweraut, nDiwi Desman supaya memberi ijin anak
                        gadisnya yang pintar itu untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah Kesejahteraan

                        Keluarga. Meskipun hal yang diperjuangkan Ndew Cipcowut  cukup sulit  untuk
                        mendapat persetujuan nDwi Desman serta kerap mendapat penentangan keluarga

                        besarnya seperti dari istri kedua nDiwi dan anak-anaknya. Dalam novel ini terdapat

                        bias gender melalui diskriminasi sosial perempuan, pelabelan gender perempuan,
                        dan subordinasi perempuan. Hal tersebut dikarenakan masih melekatnya belenggu

                        budaya  patriarkhi  setempat.  Aturan-aturan  adat  yang  merugikan  perempuan,
                        disikapi  Teweraut  sebagaimana  pemikiran  seorang  feminis.  Apalagi  Teweraut

                        mulai mengenal Mama Rin yang seorang feminis dan aktivis kebudayaan untuk

                        suku pedalaman. Persahabatannya dengan Mama Rin membuka mata dan pikiran
                        Teweraut untuk memperjuangkan kaumnya beroleh kemajuan. Teweraut pun masih

                        bekerja keras dalam kondisi hamil yang bertujuan mensejahterakan keluarga besar
                        dalam memenuhi kebutuhan untuk pendidikan anak-anak Akatpits, dan anak-anak







                                                                                                    123
   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133   134