Page 126 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 126
kelahirannya telah mendapat wangsit sebagai titisan para leluhur. Misalnya pada
teks berikut ini.
“Mulai sekarang kau harus selalu mengingat-ingat bahwa kau titisan leluhur
yang bersemayam di Ceserasen, lapangan suci dekat persimpangan tiga
sungai. Maka kau dilarang meminum air dari sana. Pantang pula memakan
buah atau binatang buruan atau ikan sejenis tertentu pada hutan-hutan
tempat leluhurmu tinggal,” begitu Endew memperingatkan sejak aku
mengenal bangku sekolah (2000, hlm. 4).
Selanjutnya masih banyak perkataan lainnya dalam bentuk nasihat turun-
temurun bagi masyarakat Asmat termasuk tentang larangan kaum perempuan
Asmat untuk menyebrangi pulau, karena jika dilanggar maka para leluhur yang
mengikuti mereka akan marah ketika kaum perempuan melakukan pelanggaran
tersebut. Termasuk salah satu tatanan sosial masyarakat Asmat dalam bentuk
patung-patung sebagai simbol kepercyaan dalam hidup mereka, sebagaiman
terdapat pada teks:
… masih cukup berartikah Asmat tanpa patung-patung yang selama ini
merupakan usnur monument sakral? Karena bagaimanapun juga, tidak
dapat diingkari, hasil seni ukir tidak ubahnya mediator seperti juga yang
dikenal oleh agama-agama dunia. Orang Kristen dengan lambing Salib,
orang Islam dengan tenaga kata atau Hindu dan Budha dengan arcanya.
Begitu pula kehidupan upacara sakral mbis merupakan materai produk
Asmat (2000, hlm. 147)
Adapun inti simbolisme dalam novel ini adalah aturan adat dari para leluhur
suku Asmat merupakan kepanjangan tangan sabda para dewa yang tak boleh
dilanggar oleh masyarakat Asmat. Sementara Teweraut yang selalu resah karena
tak berdaya menghadapi aturan adat, pada akhirnya mati muda untuk
menyelesaikan dukanya. Ani sebagai pengarang banyak sekali mengangkat
persoalan adat tentang berbagai pantangan bagi kaum perempuan Asmat di novel
ini. Simbol lainnya untuk novel ini terdapat pula dalam judul novel Namaku
Teweraut sebagai simbol perjuangan perempuan Ewer (Asmat) dalam menghadapi
belenggu sistem adat patriarkhi yang telah tertanam lama di masyarakat Ewer.
Ironi verbal yang menghiasi alur cerita ini adalah tentang idealisme yang
dimiliki Teweraut dan Akatpits. Teweraut sangat menginginkan kaum perempuan
120