Page 123 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 123
“Mulai sekarang kau harus selalu mengingat-ingat bahwa kau titisan leluhur
yang bersemayam di ceserasen, lapangan suci dekat persimpangan tiga
sungai. Maka kau dilarang meminum air dari sana. Pantang pula memakan
buah atau binatang buruan atau ikan sejenis tertentu pada hutan-hutan
tempat leluhurmu tinggal,” begitu Endew memperingatkan sejak aku
mengenal bangku sekolah (2000, hlm. 4).
Novel ini bertemakan roman antropologis di hutan rawa Asmat dengan
cirikhas feminisme. Novel ini mengisahkan masyarakat Asmat yang masih
diwarnai kehidupan tradisional, namun pengarang mampu meramunya dalam
perpaduan antara budaya tradisi dan budaya modern. Jalinan romantika kehidupan
masyarakat Asmat yang dibumbui adat dan tradisi leluhur masih melekat. Sistem
adat yang dipertahankan oleh masyarakatnya ternyata di sisi lain memberikan
kerugian bagi kaum perempuan. Aturan-aturannya banyak yang dibuat kaum laki-
laki sehingga menghasilkan ketimpangan gender bagi kaum perempuan. Sistem
adat yang bersifat turun temurun telah membelenggu perempuan Asmat dalam
memperoleh kemajuan di berbagai bidang sebagaimana terdapat pada teks:
“Kamu cuma perempuan,” suara nDiwi terdengar menggelegar sekarang.
Sama keras dengan suara Guntur di luar. “Tidak perlu banyak rencana.
Sejak awal leluhur kita telah menggariskan, pekerjaan perempuan itu cukup
untuk mengayomi keluarga, melahirkan anak, merawat dan mengasuhnya,
dan mencari makan yang bagus. Kamu juga sudah cukup kuberi pendidikan
yang memadai. Sebagai bekal dasar pendidikan anak-anakmu kelak.
Selebihnya cukup sekolah mereka yang kelak menyempurnakan keinginanmu
yang bagus itu (2000, hlm. 63-64).”
Ruang kebebasan perempuan Asmat terbatasi oleh sistem-sistem adat yang dibuat
kaum laki-laki yang telah melahirkan budaya patriarkhi.
Apapun yang diinginkan dan dicita-citakanya sulit untuk didapatkannya.
Misalnya mereka tidak pernah dilibatkan pada rapat-rapat penting kemasyarakatan.
Kaum perempuan Ewer juga tak pernah dimintai urun pendapat mereka terkait
keputusan aturan adat bagi kaum perempuan. Kemudian mereka tidak penah
dilibatkan dalam prosesi ritual adat yang bersifat sakral. Jika orang Asmat
melibatkan kaum perempuan dalam berbagai kegiatan yang bersifat adat maka
117