Page 124 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 124
dikhawatirkan nantinya bisa melahirkan kaum perempuan yang memimpin
(Sekarningsih, 2000).
Mencermati terdapatnya hukum-hukum adat patriarkhi yang mengakar kuat
pada masyarakat Asmat dan banyak merugikan kaum perempuannya, maka novel
ini dapat dikaji dengan pendekatan kritik sastra feminis ideologis (Djajanegara,
2003) melalui analisis gender atas dasar ketidakadilan gender yang
termanifestasikan dalam subordinasi gender. MenurutFakih (2013, hlm. 15) adanya
anggapan perempuan itu irrasional dan emosional sehingga perempuan tidak bisa
tampil memimpin, dan perempuan ditempatkan pada posisi kedua. Termasuk pula
dengan diskriminasi gender yang menyatakan bahwa perempuan tidak perlu
memiliki banyak keinginan dalam menjalani hidup. Perempuan cukup menjalani
kodratnya yaitu mengayomi kelurga, melahirkan anak, merawat dan mengasuhnya,
menyusui, mendidik anak-anak, dan mencari makanan yang bagus untuk keluarga.
Sesuai dengan judulnya, novel Namaku Teweraut memberi gambaran tentang
kehidupan seorang tokoh perempuan bernama Teweraut yang menjadi titik fokus
dari pengarang untuk pembaca. Pengarang ingin memberitahukan kepada pembaca
bahwa novel ini bercerita tentang sepak terjang seorang perempuan muda bernama
Teweraut. Teweraut mewakili gambaran perempuan Asmat yang terbelenggu
dengan sistem adat patriarkhi. Judul novel juga bisa menjadi simbol dari cerita.
Novel Namaku Teweraut menjadi simbol perjuangan perempuan Ewer, Asmat di
dalam menghadapi belenggu sistem adat patriarki yang telah tertanam lama di
masyarakatnya.
Dalam novel ini, pengarang menceritakan tokoh utama yang bernama
Teweraut adalah dengan menggunakan sudut pandang orang pertama dengan
menggunakan kata “aku”, sebagaimana ditunjukkan dengan teks Pada tahun-tahun
pertama aku masuk sekolh sering terdengar suara tinggi Endew berebut kata
dengan saudara-saudaranya. Menjelaskan panjang lebar pada nenek perihal
pentingnya orang bisa baca tulis (2000, hlm. 12).Sementara untuk para tokoh
pendamping, pengarang memposisikan dirinya dalam sudut pandang orang ketiga
dengan cara menyebut nama mereka satu-persatu atau dengan menyebutkan
118