Page 131 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 131
tak berdaya terhadap budaya patriarki yang diatur nDiwi-nya tentang siapa jodoh
terbaik bagi Teweraut.
Teweraut yang kritis, cerdas, mandiri, dan pantang menyerah saat bertemu
Mama Rin, merasa sangat senang karena bisa bertemu dengan seseorang yang dapat
memberinya banyak inspirasi. Perkenalannya dengan mama Rin membuat
pemikiran Teweraut kian terbuka tentang hak-hak kaum perempuan di Ewer yang
bisa membuat perempuan Ewer memiliki kemajuan. Dari Mama Rien, Teweraut
belajar tentang pentingnnya perempuan membebaskan diri dari sistem patriarkhi
sebagai penghambat kemajuan perempuan di Ewer, pentingnya perempuan untuk
berani mengungkap pikiran serta pendapat mereka, dan perempuan harus berani
untuk menentukan pilihan dalam hidupnya.
Novel Kerudung Merah Kirmizi (2002) karya Remy Sylado
Novel Kerudung Merah Kirmizi (2002) karya Remy Sylado menggunakan
teknik alur maju dan pengaluran yang tidak tunggal. Ada beberapa alur yang
mengisahkan kehidupan para tokoh pendamping cerita seperti alur Luc, Sam, Bu
Purwo, atau Emha. Alur dalam novel ini kurang rekat dan padat karena banyak
tokoh yang dihadirkan sesuai dengan karakter yang ada dalam cerita ini. Menurut
Stanton (2012, hlm. 26), semakin sedikit karakter dalam sebuah cerita, semakin
rekat dan padat pula alur yang mengalir di dalamnya. Sementara dalam novel ini,
setiap tokoh pendamping yang memiliki alur (subplot) sendiri disertai karakter lain
yang tidak berhubungan langsung dengan tokoh Myrna, maka mereka tidak ada
komunikasi dengan tokoh Myrna sehingga tidak memberikan pengaruh yang kuat
pada karakter Myrna. Karena berbagai konflik dari karakter-karakter yang
terhubung secara langsung dapat saling mempengaruhi yang akan terus belangsung
hingga alur menjadi stabil.
Novel Kerudung Merah Kirmizi yang bertemakan kritik sosial ini, diawali
dengan sebuah prolog sebagai pengenalan tokoh Myrna kepada pembaca,
sebagaimana teks:
125