Page 156 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 156

persoalan  diskriminasi  kasta  terangkat  ke  permukaan  melalui  kisah  pernikahan

                        masyarakat  Bali  di  antara  dua  kasta  yang  berbeda.  Misalnya,  pernikahan  yang
                        dilakukan Telaga dari kasta Brahmana dengan Wayan dari kasta Sudra, dan mereka

                        sudah  saling  mengenal  sejak  kecil  karena  bersama-sama  hidup  di  griya.  Adik

                        Wayan, yang bernama Luh Sadri adalah teman sepermainan Telaga. Ibu Wayan
                        yang  bernama  Luh  Gumbreg  telah  mengabdi  di  keluarga  Telaga  sejak  Telaga

                        belumlahir. Sementara cinta antara Telaga dengan Wayam mulai terpupuk sejak
                        mereka remaja. Meskipun Telaga sempat berpisah satu tahun dengan Wayan karena

                        adanya  acara  pagelaran  pameran  lukisan  di  Jepang  yang  harus  diikuti  Wayan,

                        namun perasaan cinta Telaga tak pernah pupus pada Wayan. Setelah Wayan pulang
                        dari luar negeri dalam menyelesaikan pagelarannya, cinta di antara mereka pun

                        terbangun kembali.
                             Wayan  menyadari  bahwa  laki-laki  dari  kasta  Sudra  tidak  boleh  menikahi

                        perempuan  dari  kasta  Brahmana.  Baginya  jika  menikahi  Telaga  berarti  telah
                        melanggar hukum  adat  masyarakat  Bali. Wayan mengetahui bahwa ibu  Telaga,

                        yakni  Jero  Kenangan  sangat  menentang  hubungan  mereka.  Begitu  pula  dengan

                        ibunya sendiri, Luh Gumbreg. Menurut Luh Gumbreg bahwa berdasar kepercayaan
                        masyarakat  Bali  jika  laki-laki  Sudra  menikahi  perempuan  Brahmana  maka

                        hidupnya akan sial. Luh Gumbreg juga menyadari bahwa dirinya adalah abdi dalem
                        di keluarga Telaga yang sudah lama mengabdi pada Griya serta menjadi pegawai

                        kepercayaan ibu Talaga.

                             Telaga adalah figur perempuan Bali yang selalu bersikap jujur termasuk pada
                        dirinya sendiri. Baginya persoalan cinta dengan perasaan tidak bisa ditukar alih atau

                        diukur  dengan  gelar  kebangsawanan,  adat  istiadat,  dan  aturan-aturan  dalam
                        agamanya. Atas dasar kejujuran hatinya, Telaga berani menentang aturan-aturan

                        perempuan Brahmana yang diajarkan ibunya. Menurut ibunya, Telaga sepantasnya

                        menikah dengan keturunan Brahmana. Mendengar hal itu, seketika tumbuh struktur
                        ego dalam diri Telaga yang selalu diatur ibunya. Telaga merasa dirinya sudah cukup

                        dewasa dan berhak menolak atas segala keinginan ibunya. Termasuk seputar soal
                        perjodohannya  dengan  para  lelaki  yang  sesuai  kriteria  ibunya.  Sedangkan  dari







                                                                                                    150
   151   152   153   154   155   156   157   158   159   160   161