Page 182 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 182

Papua.  Sementara  masyarakat  Papua  tidak  seluruhnya  dapat  menikmati

                        kesejahteraan dari hasil kekayaan tanah Papua. Persoalan ini termasuk ke dalam
                        pembahasan  feminisme  transformasi  gender  dalam  kondisi  transformasi  sosial

                        (Fakih, 2013).

                             Berdasarkan Alur, karakter tokoh, dan latar dalam novel ini membentuk suatu
                        tema  kekeluargaan  dan  ketidakadilan  gender  pada  kaum  perempuan  di  Papua.

                        Pengisahan  ketiga  tokoh  bernama  Mabel,  Leksi,  dan  Mace  ditemani  hewan
                        peliharaan  mereka,  yakni  Pum  (anjing)  dan  Kwee  (babi),  menceritakan  satu

                        keluarga perempuan yang tangguh dalam menjalanii kerasnya kehidupan di tanah

                        Papua. Kondisi-kondisi yang tidak mudah untuk dijalani telah membuat mereka
                        menjadi  para  perempuan  mandiri.  Kondisi  keluarga  mereka  juga  menciptakan

                        kedamaian tanpa kekerasan yang kerap dialami oleh para perempuan Papua dari
                        suami  mereka.  Sebagaimana  yang  dialami  ibu  Yosi,  yakni  Helda  yang  kerap

                        mengalami penyiksaan suaminya. Termasuk Mabel di masa lalunya dan Mace dari
                        Johanis, ayahnya Leksi. Akan tetapi, Mabel juga mulai merasakan ancaman dan

                        kecurigaan  aparat  keamanan  yang  menilai  dirinya  sebagai  salah  satu  anggota

                        gerakan pemberontak. Muatan-muatan feminisme di dalam cerita mereka mengarah
                        kepada kritik sastra feminis ideologis (Djajanegara, 2003). Pengisahan novel ini

                        tentang kehidupan satu keluarga tang terdiri atas perempuan semua. Mereka adalah
                        para  perempuan  tangguh  yang  menjalani  kerasnya  kehidupan  di  tanah  Papua.

                        Mereka berjung untuk tetap bisa hidup dengan mandiri, bekerja dengan berdagang

                        tanpa ada anggota laki-laki yang menafkahi mereka. Kehidupan yang mereka jalani
                        merujuk  pada  faham  feminisme  eksistensialis  menurut  Simone  de  Beauvoir

                        (Thornham, 2010, hal. 47). Dalam arti bahwa mereka adalah kaum perempuan yang
                        berjuang di ranah domestik dan tidak berjuang di ranah publik.

                             Menurut Satoto (1994, hlm. 72) citra diri tokoh utama perempuan pada diri

                        Leksi dapat direpresentasikan berdasarkan aspek psikis, fisik, dan sosial. Misalnya
                        Leksi oleh Anindita S. Thayf ditampilkan sebagai gadis kecil berusia 7 tahun dari

                        masyarakat suku Dani di Papua sebagaimana pada teks, Di umurku yang baru tujuh
                        tahun,  Mace  dan  Mabel  sudah  menaruh  banyak  harapan  di  bahuku  yang  kecil







                                                                                                    176
   177   178   179   180   181   182   183   184   185   186   187