Page 201 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 201
Maryam merasa hancur mendengar keputusan Gamal
telah keluar dari keyakinan Ahmadiyah.
Setelah menyelesaikan kuliah dari Universitas Airlangga
Fakultas Ekonomi, Maryam kemudian mendapat
pekerjaan di sebuah bank ternama di Jakarta. Maryam
pun akhirnya bertemu Alam, seorang karyawan
perusahaan kostruksi. Mereka membina hubungan yang
Tahap Awal
cukup serius selama lima bulan, dan beniat melanjutkan
T hubungan mereka ke jenjang pernikahan. Namun,
hubugan mereka sejak awal tak direstui oleh oran tua
R
masing-masing. Dengan segala cara Maryam dan Alam
A memberikan pengertian pada orang tua mereka. Meski
tanpa restu orang kedua orang tuanya, Maryam menikah
N
dengan Alam. Tak jauh berbeda dengan Maryam, orang
S tua Alam dalam hati sebenarnya tak merestui anaknya
menikah dengan Maryam. Namun, Alam berusaha dan
F
berhasil meyakinkan ibunya bahwa Maryam beredia
O menjadi Islam dan akan dibimbingnya pada keyakinan
Islam. Ibunya menjadi luluh dengan keyakinan Alam.
R
Hampir 5 tahun membina pernikahan, rumah tangga
M mereka tak jarang diwarnai dengan cekcok. Maryam
sudah lama menginginkan pindah dari rumah orang tua
A
Alam ke rumah baru atau mengontrak untuk hidup
S mandiri. Namun, Alam belum siap untuk berpisah dari
Ibunya dengan alasan belum ada uang yang cukup untuk
I
membeli atau menyicil rumah di pusat kota. Alam tak
ingin mencari rumah di pinggiran kota karena jauh dari
rumah orang tuanya, meskipun harganya cukup
terjangkau. Ibu Alam yang pada dasarnya tidaklah
menyukai Maryam, kerap menyindir atau menyudutkan
Maryam di hadapan Alam. Belum hadirnya anak menjadi
pemicu percekcokan Maryam dengan ibu Alam. Ibu
Alam pun mengaitkan ketidakhadiran anak dengan
pernikahan karena perbedaan keyakinan. Ibu Alam mulai
mencurigai Maryam masih menganut Ahmadiyah,
sehingga menjadi penyebab doa mereka dalam meminta
anak tak pernah terkabul. Maryam sudah tidak tahan
dengan situasi rumah tangga yang tak pernah ada
ketenangan, karena ibu Alam terlalu mencampuri urusan
rumah tangga mereka. Maryam tidak terima lagi selalu
disudutkan oleh pernyataan dan sindiran ibu Alam,
sehingga suatu hari terjadi percekcokan besar di antara
keduanya. Bahkan Alam pun lebih membela ibunya.
195