Page 229 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 229

Novel  yang  berjudul  Isinga:  Roman  Papua  ini,  memberi  kata  isinga  dari

                        bahasa Papua yang berarti ibu atau para perempuan (Herliany, 2015). Sementara
                        klausa roman papua sebagai ungkapan pengarang untuk memberikan gambaran

                        tentang nasib kaum perempuan di Papua. Mereka mengalami nasib disubordinasi

                        oleh budaya patriarki, sehingga kaum perempuan Papua banyak yang mengalami
                        ketidakadilan  gender  baik  dari  kaum  laki-laki  maupun  dari  sistem  adat  yang

                        berlaku. Dari kaum laki-laki dalam bentuk kekerasan fisik dan biologis, dan dari
                        sistem adat adalah aturan-aturan adat yang banyak merugikan kaum perempuan

                        yaitu  tugas-tugas  perempuan  yang  sangat  banyak.  Yang  terakhir  ini  merupakan

                        bentuk manifestasi ketidakadilan perempuan dan beban kerja (Fakih, 2013).
                             Pengarang novel ini, Dorothea Rosa Herliany bercerita dengan menggunakan

                        sudut  pandang  orang  ketiga.  Dorothea  sebagai  pengarangnya,  menyebut  semua
                        tokoh cerita dengan menyebut nama atau orang-orang atau mereka sebagaimana

                        pada teks, ... Jadi, orang-orang Hobone tidak mengerti mengapa polisi menembak
                        orang-orang  Aitubu.  Oran-orang  Aitubu  juga  tidak  mengerti  mengapa  polisi

                        membunuh orang-orang Hobone (Herliany, 2015, hlm. 42). Selanjutnya pada teks,

                        Irewa memasak betatas. Sisa terakhir yang dipunyainya... (Herliany, 2015, hlm.
                        81). Hal ini membuktikan bahwa Dorothea Rosa Herliany tidak berperan sebagai

                        tokoh utama, kedua, atau ketiga dalam novel ini.
                             Dorothea sebagai pengarang novel ini dalam becerita banyak menggunakan

                        gaya  bahasa  atau  majas  metafora.  Majas  metafora  banyak  digunakan  Dorothea

                        untuk mengumpamakan sebuah objek di alam layaknya manusia. Sementara, majas
                        hiperbola banyak digunakan Dorothea untuk mengungkapkan gambaran terhadap

                        situasi  atau  peristiwa  yang  sangat  tragis,  sadis,  menyedihkan,  atau  juga  bisa
                        mengharukan.  Selanjutnya  majas  asosiasi  sebagai  maja  perumpamaan  dengan

                        membaningkan di antara dua hal yang berbeda namun memiliki kesamaan sifat,

                        sebagaiaman  pada  teks,  Matahari  dan  bulan  itu  bagaikan  dua  bersaudara.
                        Matahari  adalah  anak  laki-laki  dan  bulan  adalah  anak  perempuan...(Herliany,

                        2015, hlm. 1).









                                                                                                    223
   224   225   226   227   228   229   230   231   232   233   234