Page 56 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 56
Sementara, kritik sastra feminis adalah sebuah perspektif, dan sebagai ilmu terapan
masa kini dari jenis teori lain. Selden (1998, hlm. xi) menyatakan bahwa, “kritik
sastra feminis itu bukan sebuah ‘pendekatan’ dalam arti bahwa teori ini merupakan
terapan jenis-jenis teori yang lain.”
Kritik sastra feminis merupakan teori masa kini yang tidak termasuk ke dalam
diagram teori-teori pokok sastra seperti romantik, marxis, formalistik,
fenomenologis (orientasi pembaca), dan strukturalis (Selden, Widdowson &
Brooker, 2005, hlm. 5 - 6). Feminisme tidak termasuk dalam skema pendekatan-
pendekatan pokok sastra, sebagaimana Hekman berpendapat bahwa feminisme
dapat melaksanakan analisisnya secara menyeluruh terhadap pendekatan-
pendekatan sastra dengan aspek-aspek yang mendasar dari sebuah teori kritik masa
kini (Gamble, 2006, hlm. 91).
Teori feminisme bisa diterapkan dalam karya sastra manakala mengungkap
tafsiran-tafsiran feminisme yang terdapat dalam bingkai pendekatan sastra seperti
pendekatan struktural, pendektan sosiologi sastra, pendekatan psikologi sastra,
beserta pendekatan sastra lainnya (Selden, 2005). Menurut RosemarieTong (Ratna,
2010) bahwa pada umumnya feminis dapat dibedakan menjadi tiga periode.
1. Periode awal, diperkirakan muncul pada tahun 1800-an yang dikaitkan dengan
peristiwa revolusi Prancis (1789). Pada periode ini terdapat tiga aliran; a) feminis
liberal, b) feminis radikal, dan c) feminis sosialis dan marxis.
2. Periode kedua, dimulai pada tahun 1960-an dengan memunculkan dua aliran.
a) Feminis eksistensialis, mempersoalkan sekaligus menolak keberadaan
perempuan semata-mata mengasuh anak. Kemudian Simone de Beauvoir
memberi pendapat kaum perempuan selama ini telah terkungkung imanensi
laki-laki yang telah mengklaim kualitas atas transendensi mereka sendiri
(Thornham, 2010, hal. 47).
b) Feminis gynocentric, dengan konsentrasi perbedaan antara laki-laki dan
perempuan.
50