Page 59 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 59
struktural. Oleh karena itu, mereka tidak menganggap patriarki atau kaum laki-
laki sebagai permasalahan, namun sistem kapitalisme yang sesungguhnya
merupakan penyebab masalahnya.
3. Feminisme Sosialis
Sebagai kelompok ketiga penganut teori konflik, feminisme sosialis (Jaggar,
1983) melakukan sintesis antara metode historis materialis Marx dan Engels
dengan gagasan personal is political dari kaum feminis radikal. Bagi banyak
kalangan aliran ini dianggap lebih memiliki harapan di masa depan karena
analisis yang mereka tawarkan lebih dapat diterapkan oleh umumnya gerakan
perempuan. Bagi feminisme sosialis penindasan perempuan terjadi di kelas
mana pun, bahkan revolusi sosialis ternyata tidak serta menaikkan posisi
perempuan. Atas dasar itu mereka menolak visi Marxis klasik yang meletakkan
eksploitasi ekonomi sebagai dasar penindasan gender. Sebaliknya, feminisme
tanpa kesadaran kelas juga menimbulkan masalah. Oleh karena itu, analisis
patriarki perlu dikawinkan dengan analisis kelas. Dengan demikian kritik
terhadap eksploitasi dari sistem kapitalisme harus dilakukan pada saat yang sama
dengan disertai kritik ketidakadilan gender yang mengakibatkan dominasi,
subordinasi, dan marginalisasi atas kaum perempuan (Fakih, 2013, hlm. 84-96).
Banyak karya sastra perempuan Indonesia di masa lalu luput dari pengamatan
kritikus. Banyak karya sastra perempuan tidak muncul dalam sejarah sastra
Indonesia. Meskipun para pengarang perempuan pada awal kesusastraan Indonesia
modern cukup sedikit, namun karya-karya mereka jarang disinggung oleh para
kritikus. Kaum perempuan pada saat itu seakan kurang produktif dalam
perkembangan dunia sastra. Kalaupun ada karya-karya di antara mereka, hal itu
jarang disebut atau dituliskan dalam sejarah sastra Indonesia. Hanya keberadaan
para kritikus laki-laki yang produktif di masa lalu yang menyebabkan karya sastra
dari para pengarang laki-laki lebih banyak dibicarakan dan dikenali sepanjang
sejarah kesusastraan Indonesia. Karena itu, karya sastra laki-laki yang diketahui
saat ini, jumlahnya lebih banyak dibandingkan karya sastra perempuan (Wiyatmi,
2007).
53