Page 93 - Neurosains Spiritual Hubungan Manusia, Alam dan Tuhan
P. 93

Sejak awal perkembangan manusia, empati ini menjadi pendorong
            perilaku prososial dan jauh dari perilaku antisosial. Empati tumbuh
            karena emosi yang selaras (atau kongruen) dengan emosi orang lain.
            Keselarasan ini akan memotivasi tindakan jika melihat seseorang da-
            lam kesusahan, kesedihan atau menderita. Berempati dan kemudian
            diikuti tindakan akan membawa pada kepuasan melihat kesejahteraan
            orang lain membaik. Anak akan berusaha menghilangkan sumber ke-
            susahan—idealnya dengan membantu orang lain yang tertekan—dan
            akan diperkuat oleh kepuasan orang lain.  Emosi yang tidak selaras
                                                145
            dengan orang lain tampaknya tidak akan menjadi bahan bagi proso-
            sialitas. Mereka dapat membentuk dasar dari kekhawatiran orang lain
            yang negatif di mana aktor termotivasi untuk mengurangi kesejahtera-
            an orang lain. Kekhawatiran negatif yang berkaitan dengan orang lain
            juga dapat menyebabkan perilaku yang merugikan, seperti dalam kasus
            orang sadis yang dapat memahami bagaimana perasaan korban mereka
            tetapi mendapatkan kesenangan dari penderitaan mereka. 146
                Orang biasa, pengusaha, dan selebritas yang membantu para kor-
            ban Covid 19—boleh jadi, saya berprasangka positif—bisa merasakan
            penderitaan orang lain bukan karena mereka belajar dari sekolah peri-
            hal rasa peduli dan kasihan itu meskipun tak bisa dimungkiri bahwa
            lingkungan dan pelatihan turut menyuburkan perasaan ini. Perasaan
            itu muncul dari awal kehidupan. Sejumlah ahli melakukan penelitian
            untuk membuktikan bahwa empati itu memang sudah ada sejak ma-
            nusia dilahirkan. Misalnya, Dondi dkk. (1999) melakukan dua ekspe-
            rimen; bayi baru lahir yang terjaga dan bayi baru lahir yang tertidur.
            Per ubahan wajah dan isapan dijadikan sebagai bukti respons. Dalam
            eksperimen pertama, 20 bayi baru lahir dalam keadaan terjaga dipapar-
            kan dengan tangisan mereka sendiri (yang sudah direkam sebelumnya)
            dan tangisan bayi lain. Menakjubkan, ketika mendengar tangisan bayi  Buku ini tidak diperjualbelikan.

            145   M. L. Hoffman, “Interaction of Affect and Cognition in Empathy,” dalam Emo-
              tion, Cognition, and Behavior, diedit oleh C. E. Izard, J. Kagan, dan R. B. Zajonc
              (Cambridge, UK: Cambridge University Press), 103–131. Lihat juga M. L. Hoff-
              man, Empathy and Moral Development: Implications for Caring and Justice (Cam-
              bridge: Cambridge University Press, 2000). Doi: 10.1017/CBO9780511805851
            146   A. Ortony dkk., The Cognitive Structure of Emotions (Cambridge: Cambridge
              University Press, 1988), 1–12.


            74    Neurosains Spiritual: Hubungan ...
   88   89   90   91   92   93   94   95   96   97   98