Page 217 - A Man Called Ove
P. 217

A Man Called Ove

                Ove mendengar suara-suara dari ruang duduk. Dia
            nyaris tidak bisa memercayai pendengarannya. Mengingat
            bagaimana mereka terus-menerus mencegahnya dari kematian,
            jelas tetangga-tetangganya ini tidak merasa canggung juga
            ketika menyangkut tindakan yang mendorong seseorang
            hingga mendekati kegilaan dan bunuh diri. Itu sudah pasti.

                Ketika Ove kembali menuruni tangga, membawa selimut,
            pemuda kelebihan bobot dari rumah sebelah sedang berdiri
            di tengah ruang duduk, memandang si kucing dan Parvaneh
            dengan penasaran.
                “Hei, Pak!” sapanya riang sambil melambaikan tangan
            kepada Ove.

                Pemuda itu hanya mengenakan baju kaus, walaupun di
            luar penuh salju.
                “Oke,” jawab Ove, yang diam-diam merasa takjub karena
            kau bisa pergi ke lantai atas sejenak dan, ketika turun kembali,
            tampaknya kau telah mulai menjalankan sebuah losmen.
                “Aku mendengar seseorang berteriak, hanya ingin
            mengecek apa semuanya baik-baik saja di sini,” kata pemuda
            itu riang, sambil mengangkat bahu sehingga kelebihan lemak
            di punggungnya melipat-lipat baju kaus yang dikenakannya
            menjadi kerutan-kerutan mendalam.

                Parvaneh merampas selimut di tangan Ove, mulai
            membalutkannya pada si kucing.
                “Kau tidak akan pernah bisa membuatnya hangat dengan
            cara seperti itu,” ujar pemuda itu  ramah.
                “Jangan ikut campur,” kata Ove yang—walaupun
            mungkin tidak ahli dalam mencairkan kucing—sama sekali


                                       212
   212   213   214   215   216   217   218   219   220   221   222