Page 220 - A Man Called Ove
P. 220

Fredrik Backman

                  “Dia semakin hangat,” teriaknya sambil berpaling kepada
              Ove dengan penuh kemenangan.

                  Ove mengangguk. Dia hendak mengucapkan sesuatu yang
              kasar kepada Parvaneh tapi kini, dengan resah, mendapati
              dirinya merasa lega mendengar kabar itu. Dia mengalihkan
              emosi dengan memeriksa remote control TV secara saksama.
                  Dia tidak benar-benar mengkhawatirkan si kucing, tapi
              Sonja pasti akan merasa senang. Itu saja.

                  “Aku akan memanaskan sedikit air,” kata Parvaneh, lalu
              dengan satu gerakan cepat melewati Ove dan mendadak
              berdiri di dapur, membuka lemari-lemari dapur.
                  “Apa-apaan ini,” gumam Ove sambil melepaskan remote
              control dan bergegas menyusul.
                  Ketika Ove tiba di dapur, Parvaneh sedang berdiri tak
              bergerak, sedikit kebingungan di tengah lantai dengan
              membawa ketel listrik. Dia tampak sedikit tertegun, seakan
              baru saja menyadari yang terjadi.

                  Ini kali pertama Ove melihat perempuan itu kehabisan
              kata-kata. Dapur itu telah dibersihkan dan dirapikan, tapi
              berdebu.
                  Dapur itu beraroma kopi seduhan. Ada debu di celah-
              celahnya, dan di mana-mana terdapat barang milik istri Ove.
              Benda-benda dekoratif mungil di jendela, jepit rambut yang
              tertinggal di meja dapur, tulisan tangan di kertas-kertas Post-
              It di pintu kulkas.
                  Dapur itu dipenuhi bekas-bekas roda halus. Seakan
              seseorang telah mondar-mandir ribuan kali dengan
              mengendarai sepeda.


                                        215
   215   216   217   218   219   220   221   222   223   224   225