Page 218 - A Man Called Ove
P. 218

Fredrik Backman

              tidak menyukai orang yang berjalan memasuki rumahnya
              dan mengeluarkan perintah mengenai bagaimana segalanya
              harus dilakukan.

                  “Diamlah, Ove!” kata Parvaneh sambil berpaling kepada
              pemuda itu dengan pandangan memohon. “Kalau begitu,
              apa yang harus kita lakukan? Dia sedingin es!”
                  “Jangan menyuruhku menutup mulut,” gumam Ove.

                  “Dia akan mati,” kata Parvaneh.
                  “Mati apanya? Dia hanya sedikit kedinginan …,” sela
              Ove, dalam upaya baru untuk kembali meraih kendali atas
              situasi itu.
                  Si Hamil meletakkan telunjuk di bibir dan menyuruhnya
              diam. Ove tampak luar biasa jengkel dengan perlakuan ini
              sehingga tubuhnya seakan hendak berputar-putar dipicu
              kemarahan.

                  Ketika Parvaneh mengangkatnya, si kucing mulai berubah
              warna dari ungu menjadi putih. Ove tampak sedikit kurang
              yakin ketika melihat hal ini. Dia memandang Parvaneh. Lalu,
              dengan enggan, dia melangkah mundur dan memberi jalan.
                  Pemuda kelebihan bobot melepas baju kaus.
                  “Tapi, apa … hubungannya dengan … apa yang kau
              LAKUKAN?” tanya Ove tergagap.

                  Matanya beralih dari Parvaneh di samping sofa, yang
              sedang menggendong kucing meleleh dengan air menetes
              ke lantai, menuju pemuda yang berdiri bertelanjang dada di
              tengah ruang duduk dengan lemak bergetar di dada hingga
              ke lutut. Seakan dia adalah sekantong besar es krim yang
              pernah meleleh lalu dibekukan kembali.

                                        213
   213   214   215   216   217   218   219   220   221   222   223