Page 295 - A Man Called Ove
P. 295
A Man Called Ove
Anita berhenti dengan bimbang. Lalu berbalik.
“Orang-orang dari Dinas Sosial sudah ke sini lagi. Mereka
ingin merebut Rune dariku,” katanya tanpa mendongak. Suara
Anita parau seperti koran kering ketika mengucapkan nama
suaminya. Ove meraba-raba seng bergelombang itu.
“Mereka mengatakan aku tidak mampu merawatnya
karena penyakitnya dan sebagainya. Mereka mengatakan
dia harus dimasukkan ke panti jompo,” katanya.
Ove terus meraba-raba seng bergelombang itu.
“Dia akan mati jika aku memasukkannya ke panti jompo,
Ove. Kau tahu itu …,” bisik Anita.
Ove mengangguk dan memandang sisa-sisa puntung
rokok yang membeku dalam celah di antara dua batu hampar.
Dari sudut matanya dia memperhatikan betapa Anita sedikit
bertumpu ke satu sisi. Ove ingat, kira-kira setahun lalu, Sonja
menjelaskan bahwa itu karena operasi penggantian panggul.
Belakangan ini, tangan Anita juga gemetar. “Tahap pertama
sklerosis-ganda,” jelas Sonja waktu itu. Dan beberapa tahun
lalu Rune juga terkena Alzheimer.
“Kalau begitu, putramu bisa datang membantumu,”
gumam Ove dengan suara rendah.
Anita mendongak. Memandang ke dalam mata Ove dan
tersenyum sabar.
“Johan? Ah … kau tahulah, dia tinggal di Amerika. Dia
sudah cukup sibuk. Kau tahulah seperti apa anak-anak muda!”
Ove tidak menjawab. Anita mengatakan “Amerika”
seakan itu adalah kerajaan surga tempat putranya yang egois
itu pindah. Tak sekali pun Ove pernah melihat anak manja
290