Page 20 - Bidadari-Bidadari Surga-TereLiye
P. 20

www.rajaebookgratis.com





               7
               ITU BENAR-BENAR JAUH LEBIH PENTING
               "RIO... RIO...." Intan, gadis kecil berumur sembilan tahun itu berseru-seru. Sibuk. Naik turun
               tangga.  Melongok  ke  balik  kursi,  meja,  ranjang,  lemari,  apa  saja.  Lari  keluar,  mencari  di
               halaman.
               "Rio... Rio.... Aduh, kemana, sih?" Intan balik lagi ke dalam rumah. Berlarian menaiki tangga
               lagi. Kuncir rambutnya yang berpita biru bergoyang.
                   Dalimunte mengusap wajah. Melirik jam di pergelangan tabgan untuk ke sekian kali. Satu
               jam lagi, pesawat yang sudah dipesan staf lab-nya, take-off. Kalau mereka terlambat, maka
               baru besok ada penerbangan yang sama. Tidak banyak jadwal penerbangan ke kota provinsi
               itu.  Kota  itu  terhitung  terpencil  jika  dilihat  dari  sisi  jumlah  penumpang  angkutan  udara.
               Maskapai itu saja harus disubsidi pemerintah daerah setempat agar bisa terus beroperasi.
                   Ummi, juga sama seperti Intan, ikut sibuk membantu. Mencari hamster belang putrinya.
               "Ditinggal saja ya, sayang—" Ummi membujuk.
               "Yee, mana boleh. Wak Laisa kan suka banget sama hamster belang Intan, nanti pasti ditanya
               kalau nggak dibawa!"
                   Dalimunte menelan ludah mendengar nama Kak Laisa.
               "Ditinggal saja ya, Wak Laisa tidak akan nanya, kok—"
               "Nggak  bisa.  Lagian  kalau  ditinggal  yang  kasih  makan  belang  siapa,  Mi?  Rio....  Rio....
               Sembunyi di mana, sih?"
               Intan  terus  berseru-seru  sambil  menarik  selimut  tempat  tidurnya.  Biasanya  si  belang  suka
               tiduran di bawah ranjang.
               Tidak ada.
               Menyeringai. Eh, bukankah tadi ia juga sudah periksa tempat ini.
               "Nanti Ummi titip tetangga sebelah buat ngurus, ya?"
               "Nggak mau!"
               Intan melotot. Keras kepala. Demi melihat ekspresi  itu,  Ummi  menghela  nafas,  kehabisan
               kalimat berikutnya.
                   Beruntung sebelum seisi rumah diobrak-abrik Intan, hamster belang itu dengan cueknya
               nongol  di  dapur.  Berlenggak-lenggok  bak  model.  Sibuk  menyeka-nyeka  mulutnya.  Tanpa
               ampun, langsung disambar Intan. Gadis keril itu berlarian berteriak,
               "UMMI, ABI, HAMSTER-NYA SUDAH DAPAT!"
                   Mobil sport keluaran terbaru itu melesat keluar dari gerbang rumah setelah Intan duduk
               manis di kursi belakang. Dalimunte mencengkeram setirnya erat-erat. Sayang, baru tiba di
               tikungan depan komplek perumahan, Ummi berseru tertahan,
               "Tas Ummi! Tas tangan Ummi tertinggal!" Dalimunte mendesis sebal.
               "Ada kartu ATM, credit card, kartu identitas, semuanya di sana! Harus diambil, Bi!"
               Ummi  setengah  membujuk,  setengah  memaksa.  Mobil  sport  itu  berbalik  arah  lagi.  Rusuh
               sejenak mencari tas tangan Ummi (yang sebenarnya tergeletak di meja ruang depan).
                   Lima  belas  menit,  mobil  sport  itu  kembali  meluncur  keluar.  Baru  tiba  di  jalan  besar,
               giliran Intan yang berseru panik,
               "Tas sekolah Intan, tas sekolah Intan ketinggalan, Bi!"
               Dalimunte benar-benar mendesis sebal.
               "Harus diambil, Bi! Kan di tas ada gelang karet 'Safe The Plane' Intan, please….please...."
               Mobil  sport  itu  berbalik  arah  lagi.  Kali  ini  tidak  sulit  menemukannya,  karena  kaki  Intan
               tersangkut tas sekolahnya sendiri persis mau masuk rumah.
                   Sepuluh menit, mobil sport itu kembali meluncur keluar. Dan kali ini Dalimunte benar -
               benar  mendesis  mengkal.  Saat  tiba  di  gerbang  tol,  dia  baru  menyadari  laptop  miliknya
               tertinggal.  Seluruh  hidupnya  ada  di  situ,  hasil  penelitian,  nomor  kontak,  agenda,  bahkan
               catatan kesehariannya. Dengan muka mengeras, dia terpaksa memutar kembali setir. Maka
   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25