Page 26 - Bidadari-Bidadari Surga-TereLiye
P. 26

www.rajaebookgratis.com





               "Top banget, deh!"
                   Dalimunte tersenyum tipis, meski kemudian meringis lagi, lengannya yang tadi dipukul
               terasa perih. Mereka terus berjalan menyusuri jalan setapak, tanpa bercakap-cakap lagi. Kak
               lisa terus melotot di belakang.
                   Matahari hampir tiba di puncaknya. Terik membakar lembah.
                   Ah,  meski  belum  satupun  yang  menyadarinya,  hari  ini  garis  kehidupan  masa  depan
               mereka yang cemerlang sudah dimulai. Hari ini, garis kehidupan sederhana dan apa adanya
               milik  mereka  mulai  menjejak  masa-masa  depan  yang  gemilang.  Anak-anak  terbaik  dari
               Lembah Lahambay. Anak-anak yang mengukir indahnya perjuangan hidup, Yashinta dengan
               berang-berangnya,  Dalimunte  dengan  kincr  airnya.  Ikanuri  dan  Wibisana,  entah  dengan
               apanya. Dan Kak Laisa dengan segala pengorbanannya.
                   Lihatlah, meski Dalimunte tidak sempat menyaksikannya sendiri, kincir airnya ternyata
               sempurna bekerja. Air itu perlahan bergerak naik. Dari kincir pertama. Naik terus ke atas,
               berputar seiring arus air sungai  memutarnya. Tumpah. Langsung disambar kincir air  yang
               kedua. Kincir air yang kedua itu lantas bergerak pelan. Berkereketan. Pondasinya bergetar.
               Tapi pelan mulai berputar, air itu naik lagi, berputar terus.
               Tumpah....
               Masih butuh tiga kincir air lainnya di cadas itu.

               "Bi, kenapa Abi tiba-tiba jadi pendiam?" Intan menarik ujung kemeja Dalimunte,
               "Sakit gigi, yee?" Nyengir lebar.
                   Dalimunte  mengusap  wajahnya.  Tersadarkan  dari  kenangan.  Menatap  keluar  jendela
               pesawat.  Hamparan  awan  menggumpal  putih  nremenuhi  sekeliling.  Mereka  berada  di
               ketinggian 30.000 kaki.
               "Abi masib marah gara-gara hamster Intan, ya?"
               Dalimunte   perlahan   menggeleng,   lembut   mengusap kuncir rambut putrinya. Tersenyum.
               Tentu  saja  tidak.  Hamster  belang  itu  sekarang  pasti  mendekam  gelisah  di  ruang  kargo
               pesawat. Dulu, putrinya suka sekali menyelundupkan hamster dalam saku bajunya. Lolos di
               pintu pemeriksaan. Maka hebohlah pesawat itu saat hamster belangnya ternyata menyelinap
               turun, lantas masuk ke salah satu kotak makanan yang dibawa pramugari untuk penumpang.
               Loncat. Berlarian di dalam pesawat yang sedang terbang persis di atas lautan.
               "Kamu sekarang bawa gelang karetnya, sayang?"
               Dalimunte merubah posisi duduknya, bertanya lembut. Ah, seharusnya dia bisa lebih rileks
               sekarang, mereka sudah duduk nyaman di atas pesawat.
               "Bawa. Memangnya kenapa, Bi?"
               "Abi minta satu lagi—"
                   Intan  tertawa,  mengambil  tas  sekolah  di  bawah  kakinya,  mengeluarkan  satu  gelang.
               Menjulurkan gelang itu. Dalimunte hendak mengambil dari tangan putrinya. Tapi Intan tidak
               melepaskan gelangnya.
               "Abi bayar dulu lima ribu!"
                   Dalimunte tertawa kecil, mengeduk saku celananya, kosong.
               "Minta sama, Ummi!"
               Ummi ikut tertawa, mengeluarkan tas tangannya.
                   Seharusnya  perjalanan  ini  menyenangkan.  Mereka  hampir  setiap  dua  bulan  sekali
               berkunjung  ke  perkebunan  strawberry  Mamak  Lainuri.  Dan  itu  selalu  menjadi  perjalanan
               yang menyenangkan. Berkumpul bersama yang lain. Apalagi Intan, menikmati benar menjadi
               kakak-kakak  bagi  Juwita  dan  Delima  (maksudnya  menikmati  merintah-merintah  mereka).
               Menikmati masakan Wak Laisa. Berjalan keliling kebun bersama Eyang Lainuri, atau yang
               lebih seru Iagi, ikut Tante Yashinta melihat berang-berang di pagi buta.
   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30   31