Page 90 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 90
Sore harinya mereka memutuskan untuk kembali ke Manado.
Matahari sore masih bersinar cukup garang. Hanya panasnya mulai
berkurang, tidak lagi sepanas tadi siang.
Kapal melaju dengan tenang membelah ombak yang tidak
terlalu tinggi. Beberapa kali mereka melihat burung camar melintas di
lautan. Wulan memekik senang sambil mengambil foto burung camar.
Sementara yang lain hanya mengagumi dan tidak beranjak dari tempat
duduknya. Tampak kelelahan. Tak lagi berminat untuk mengagumi
keindahan Bunaken.
Saat kapal merapat di dermaga, rombongan Theo beranjak
dengan sedikit lambat. Beberapa anak masih menahan kantuk karena
sempat tertidur di atas kapal. Mereka kelihatan lelah, tetapi tetap senang
dan puas karena telah merasakan sensasi dan nama besar Bunaken.
**
“Makasih, Om….”
“Turun di sini?”
Daud mengangguk. Ia turun dari angkuta setelah sopir menepikan
mobilnya.“Sampai nanti, ya,” katanya kepada sopir.
Daud tidak singgah di hotel karena pembayaran jasanya sudah
diselesaikan sewaktu di kapal. Ajakan untuk minum kopi ditolaknya
dengan halus. Bukan apa-apa tetapi nanti malam Daud masih melaut.
Seharian ia belum istirahat. Rasa kantuk mulai terasa merambati matanya.
Saat ini yang ia pikirkan hanya sampai di rumah dan merebahkan
badannya barang sejenak.
Sopir mengangguk, tertawa senang, menyelipkan uang ke tangan
Daud.
“Jangan lupa kapan-kapan pakai mobil kita lagi, jo. “
Daud mengacungkan jempol tangan mewakili jawabannya. Saat mobil
sudah menjauh dengan meninggalkan debu yang beterbangan, dilihatnya
uang yang tadi diselipkan sopir angkuta. Lumayan, duapuluhribu, katanya
sambil tersenyum.
Beberapa sopir angkuta dan nahkoda kapal sering memberikan
90 Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com