Page 121 - RBDCNeat
P. 121
bersamaku.
Namun, aku tidak menghiraukan keinginnan Mama.
Aku tetap bersikukuh dengan keinginanku untuk belajar di
pondok pesantren. Mama pun tidak bisa berbuat apa-apa
lagi untuk menghalangiku agar tidak sekolah di pesantren.
Mungkin karena melihat keinginanku yang begitu besar,
Mama pun mencoba mencari informasi tentang Pesantren DT
dan berapa biaya untuk mesantren di sana. Ada yang memberi
tahu kepada Mama kalau ingin mesantren di DT harus
menyiapkan uang sebesar lima juta untuk biaya masuknya
saja. Wallahu’alam benar atau tidaknya. Mama pun kaget
dan merasa tidak sanggup untuk menyediakan uang sebesar
itu. Hal itu tidak lantas membuat Mama diam, Mama pun
berusaha untuk mencari alternatif dengan mencari informasi
pesantren lain untukku. Lalu, Mama menawarkan kepadaku
untuk mesantren di Cipicung, Ciparay. Aku tidak mau karena
ingin mesantren di DT. Apalagi saat itu, sering ada yang nakut-
nakutiku kalau tinggal di pesantren harus mencuci piring
sendiri, dan lain-lain. Otomatis aku takut juga. Meski ada yang
menakut-nakuti tapi keinginanku untuk tinggal di pesantren
bukannya surut malah semakin kuat. Mama sempat bingung
dengan keinginanku ini.
Suatu hari, tanpa sengaja Bapak jalan-jalan di daerah
Leuwih Gajah, Cimahi. Di sana Bapak melihat sebuah bangunan
besar. Bapak pun bertanya kepada orang-orang sekitar yang
katanya itu adalah pesantren. Seketika itu Bapak jadi teringat
denganku yang ingin masuk pesantren. Bapak langsung bilang
ke Mama kalau di daerah Cimahi ada pesantren, siapa tahu
Roda Berputar dalam Cahaya | 85