Page 122 - RBDCNeat
P. 122
aku mau pesantren di sana. Mama langsung menyampaikan
pesan tersebut kepadaku. Aku langsung mau mesantren di
sana. Mama bilang kepadaku, “Kalau aku mesantren di Cimahi,
Bapak bisa bulak-balik mEnengokku karena pesantrennya
tidak jauh dari tempat kerja Bapak.” Aku pun jadi senang.
Mama dan Bapak kemudian berkunjung ke pesantren
tersebut untuk menanyakan apakah kira-kira anak sepertiku
ini bisa diterima untuk mesantren di situ. Mama menceritakan
keadaanku kepada Kiyainya. Beliau hanya berkata, “Bawa saja
anak Mama ke sini!” Mendengar jawabannya, Mama merasa
tenang dan lega karena aku bisa diterima mesantren di situ
padahal pesantren tersebut adalah pesantren umum, bukan
pesantren yang khusus untuk anak-anak yang memiliki
keterbatasan seperti aku ini.
Sebelum ke pesantren aku berpamitan dengan teman-
teman sepengajian. Sedih sekali rasanya berpisah dengan
mereka. Sampai ada teman yang menangis karena tidak mau
kehilanganku. Dia memohon agar aku jangan dulu pindah ke
pesantren, tapi nanti setelah dia lulus SD agar bisa sama-sama
masuk pesantren. Tidak lupa aku juga berpamitan dengan
guru ngaji. Lagi-lagi aku merasa sedih karena harus berpisah
dengan seorang guru ngaji yang selama ini memberikan
perhatian lebih kepadaku.
Akhirnya aku pun berangkat dari rumah Almarhumah
Nenek menuju pesantren. Aku diantar Bapak, Mama, dan Uwa
dari Bapak mengendari mobil milik Uwa. Sesampainya di
pondok pesantren, kami langsung menemui Kiyai pemilik
pesantren. Beliau melihat keadaan fisikku yang seperti ini
86 | Roda Berputar dalam Cahaya