Page 124 - RBDCNeat
P. 124

yang baik. Ada teman yang sampai berkata, “Seharusnya Dini
            tidak perlu ibadah karena tidak beribadah juga sudah dijamin
            surga.” Aku sendiri tidak tahu apa maksud perkataan temanku
            itu.

                Meski hari-hariku di pesantren dipenuhi kebahagiaan,
            tapi ada saja kejadian yang membuatku nelangsa. Ada seorang
            teman yang entah tidak tahu atau sengaja menjahiliku. Setiap
            makan, kami harus membeli lauk-pauk dari warung dengan
            uang hasil patungan. Aku hanya dapat tahu untuk menjadi
            teman nasi. Aku makan sendiri di piring karena tidak bisa
            makan dengan cara berjamah. Begitu hendak makan ternyata
            jatah tahuku tidak ada di piring karena dimakan oleh teman.
            Dalam hati aku berkata, “Ya Allah, tahu kecil jatahku sudah

            dimakan sama teman.” Mungkin inilah bagian dari ujian hidup
            di pesantren.
                Ada juga teman yang merasa heran dengan sikapku
            karena begitu masuk pesantren, raut wajahku biasa-biasa
            saja, tidak sedikit pun menunjukkan rasa sedih atau menangis
            karena jauh dari keluarga.
                Dia sampai bertanya langsung kepadaku, “Kok, Dini biasa-
            biasa saja, padahal tinggal jauh dari keluarga? Tidak sedih dan
            tidak nangis? Padahal waktu Teteh pertama kali datang ke sini,
            Teteh sempat nangis terus selama seminggu. Tapi Teteh tidak
            pernah melihat Dini nangis karena ingin pulang atau teringat
            kepada orang tua. Dini seperti yang enjoy saja.”
                Aku menjawab panjang lebar, “Teteh, Dini kan sudah biasa
            tinggal jauh dari orang tua. Jadi, bagi Dini hal seperti ini sudah




            88 | Roda Berputar dalam Cahaya
   119   120   121   122   123   124   125   126   127   128   129