Page 129 - RBDCNeat
P. 129
maafin Teteh ya... Tadi Teteh lupa tidak mengajak Dini untuk
shalat bersama di kobong.” Aku hanya bisa mengangukkan
kepala.
Akhirnya hari yang sangat ditunggu-tunggu tiba. Hari
itu aku bisa pulang. aku berharap mudahan-mudahan
sesampainya di rumah aku bisa melupakan kejadian kemarin.
Namun, ternyata Allah masih memberiku ujian. Mama telat
menjemputku, padahal aku berharap magrib sudah ada di
rumah agar bisa melupakan kejadian kemarin. Sebelum
aku pulang, santri senior itu berpesan kepadaku agar tidak
mengadu kepada Mama tentang kejadian kemarin. Mungkin
dia takut kalau aku bilang ke Mama maka aku akan dicabut
izinnya untuk mesantren. Lagi-lagi aku hanya menganggukkan
kepala. Setelah shalat isya, Mama datang untuk menjemput
ku.
Sesampainya di rumah, aku bercerita kepada Mama dan
keluarga tentang keadaan di pesantren. Aku cerita kalau di
pesantren tidak boleh keluar kecuali hari Jumat saat santri
laki-laki jumatan, itu pun harus memakai cadar. Mendengar
cerita itu, Mama berkata, “Sok Eneng dicadar, engke titajong.” 47
“Mama kumaha atuh? Da ieu atos peraturan ti ditu, upami
48
kaluar kedah dicadar sareng nganggo acuk abaya.” Peraturan
belaku.
Walau pun Mama kurang setuju kalau aku harus Mamaki
cadar karena takut tersandung dan jatuh, tapi Mama tetap
47
Silakan saja Eneng pakai cadar, nanti tersandung.
48
Mama gimana, sih? Ini kan sudah peraturan dari sana, kalau keluar harus pakai
cadar dan baju gamis.
Roda Berputar dalam Cahaya | 93