Page 132 - RBDCNeat
P. 132
didik. Kebetulan murid kelas VI SD-LB itu memang hanya
ada tiga orang sehingga disatukan kelasnya tanpa melihat
kemampuan masing-masing anak. Aku merasa betah sekolah
di sana karena setiap hari Jumat sering jalan-jalan berkeliling
kompleks. Murid lain bisa berjalan kaki dengan normal, hanya
aku yang jalannya agak susah. Namun, itu tidak menjadi
perhalang pihak sekolah untuk membawaku jalan-jalan.
Kepala sekolah di sini bahkan bilang ke Mama kalau
di sini juga ada universitasnya, jadi kalau aku mau kuliah
bisa di sini. Awalnya Mama senang karena ternyata ada juga
Universitas untuk murid lulusan SLB. Jadi, kalau nanti aku
kuliah tidak perlu susah-susah lagi mencari Universitas
yang bisa menerimaku. Namun, aku malah bingung, “Kata
kepala sekolahku yang dulu aku bisa kuliah di mana saja krena
aku bisa mengikuti pelajaran umum, tapi kenapa di sini aku
ditawari perguruan tinggi khusus? Oh... mungkin di sini guru-
gurunya belum tahu kemampuanku yang sebenarnya.”
Setiap hari pun aku belajar di sekolah bersama kedua
temanku yang masuk kategori C (tuna grahita), sedangkan aku
kelompok D (tuna daksa). Ketika belajar, boleh dibilang aku
lebih unggul dari mereka dalam memahami pelajaran yang
diberikan oleh guru. Ada seorang guru yang sempat berkata
kepada guru lain, “Seharusnya Dini dipisahkan kelasnya dengan
anak-anak lainnya karena kemampuan Dini berbeda dengan
mereka.” Perkataan itu keluar setelah melihat kemampuanku
dalam belajar dan memahami setiap pelajaran.
Walaupun di sekolah ini aku diberikan pelajaran SLB,
bukan pelajaran umum, tapi aku tetap menjalani sekolah
96 | Roda Berputar dalam Cahaya