Page 128 - RBDCNeat
P. 128

orang lain tapi kita malah melakukannya.” Akhirnya aku
            melaksanakan shalat isya di mushala bersama teman-teman
            yang bukan sekobong karena mereka sudah shalat lebih dulu.
            Setelah itu, aku ke kobong untuk beristirahat.

                Meski aku masih sedih dan ingin menangis karena belum
            bisa melupakan peristiwa tadi, aku berusaha menyembunyikan
            kesedihan ini dari teman-teman sekobong. Aku tidak ingin
            kejadian tadi diketahui oleh teman-teman sekobong, cukup
            aku yang tahu dan merasakan kesedihan ini. Meskipun aku
            sudah berusaha menyembunyikan kesedihan ini, tetap saja
            ada teman yang tahu dan bisa merasakan kesedihanku. Teh
            Herma melihatku datang ke kobong dengan wajah berbeda
            dari biasanya.
                “Din, ada apa?” tegur Teh Herma.
                “Nggak ada apa-apa, Teh.” jawabku sambil menggelengkan
            kepala.
                “Ah... Dini bohong. Ada apa sih, Din? Barang kali Teteh

            bisa bantu.” tegur Teh Herma kembali yang seolah-olah
            memaksaku untuk menceritakan masalahku yang sebenarnya.
                “Benar, Teh. Dini tidak ada apa-apa.”


                Aku tetap menyembunyikan masalah yang sudah terjadi
            meski mataku mulai sebab. Teh Herma tidak percaya kalau aku
            tidak punya masalah. Setelah dipaksa-paksa, akhirnya aku pun
            bercerita kepada Teh Herma tentang kejadian tadi. Teh Herma
            pun berusaha untuk menenangkanku. Beliau menceritakan
            kepada teman-teman lain tentang apa terjadi terhadapku.
            Akhirnya satri senior tadi meminta maaf kepadaku, “Din,


            92 | Roda Berputar dalam Cahaya
   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133