Page 127 - RBDCNeat
P. 127
sedikit memberiku ujian sehingga membuatku tidak sabar
untuk segera pulang. Seperti biasa, waktu magrib sampai
isya itu sering digunakan untuk tadarus sendiri-sendiri di
mushala. Namun, setelah azan isya berkumandang, Umi yang
biasa menjadi imam belum kunjung datang juga. Setelah
beberapa menit menunggu, Umi belum muncul juga, padahal
aku sudah mengantuk. Akhirnya, aku memutuskan untuk
shalat sendiri di kobong. Rencanaya, setelah shalat aku akan
menghafalkan surat-surat pendek sebelum istirahat.
Namun, ketika aku akan beranjak menuju kobong, tiba-
tiba ada santri senior yang menegurku, “Din, mau ke mana?”
“Dini, mau shalat di kobong, Teh.” Jawabku. Karena Aku
berpikir “Uminya juga tidak datang-datang untuk mengimani,
sedangkan shalat isya pun sudah lewat.”
Dengan ketus kakak senior berkata “Jangan shalat di
kobong. Nanti tunggu Umi dulu.”
Aku kembali ke tempat duduk semula. Setelah bebepa
menit berlalu, Umi belum juga datang. Akhirnya santri
yang melarangku shalat di kobong keluar dari mushala
untuk melakukan shalat isya di kobong dengan teman-
teman yang lain tanpa menbghiraukanku. Aku hanya diam
sambil meneteskan air mata. Aku jadi teringat nasihat guru
ngaji di kampung, beliau “Kalau kita ingin menyuruh suatu
kebaikkan kepada orang lain, kita harus melakukan kebaikan
itu terlebih dahulu. Jangan sampai kita menyuruh melakukan
suatu kebaikan kepada orang lain tapi kita sendiri tidak
melakukannya. Atau sebaliknya, kita melarang sesuatu kepada
Roda Berputar dalam Cahaya | 91